Serangan Umum 1 Maret 1949 Tidak Mengkultusindividukan Tokoh

photo author
- Senin, 21 Februari 2022 | 16:48 WIB
Pengurus YKCB Jakarta dan PSN berfoto setelah berakhirnya  diskusi (dok. Istimewa)
Pengurus YKCB Jakarta dan PSN berfoto setelah berakhirnya diskusi (dok. Istimewa)

KLIKANGGARAN--Paguyuban Sejarawan Ngayogyakarta (PSN), Sabtu 19 Pebruari 2022 diundang oleh YKCB (Yayasan Kajian Citra Bangsa) di Jakarta, untuk berdiskusi mengenai Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai Hari Tegaknya Kedaulatan Negara.

Dalam diskusi yang berada di SMP-SMA Labschool Cirendeu UNJ itu dimulai jam 09.00 sampai 12.00 WIB. Pembicara yang diundang adalah Chaterina Ety, Lilik Suharmaji, Noor Johan Nuh, dan Bakarudin. Turut hadir pengurus PSN dari Yogyakarta diantaranya Mei Ujianti, Pradana, dan Marmayadi.

Sebagai pemberi sambutan hadir ketua badan pembina YKCB Drs. Soehardjo Soebardi dan ketua Yayasan Edukarsa Prof. Dr. Arissetyanto Nugroho, MM.

Dalam sambutannya Soehardjo Soebardi mengatakan bahwa perlunya persatuan dan kesatuan dari elemen bangsa agar bangsa yang tercinta ini tetap berdiri kokoh sebagai mana cita-cita pendiri bangsa terdahulu.

Sementara itu Arissetyanto Nugroho berharap dengan adanya diskusi ini dapat merumuskan kesimpulan sebagai bekal gerak dan langkah agar peristiwa SU Maret 1949 dijadikan sebagai momentum membangun bangsa yang lebih besar.

Tampil sebagai pembicara pertama Bakarudin mengungkapkan bahwa, Yayasan Kajian Citra Bangsa sangat mendukung pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengajukan Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Baca Juga: Wujudkan Linggau Madani, Wali Kota Launching Gerakan Infaq dan Shodaqoh Subuh

Jauh sebelum ada usulan dari pemerintah DIY itu, pihak YKCB sudah berpikiran untuk menjadikan hari serangan itu sebagai hari nasional, tandasnya.

Sementara itu Noor Johan Nuh mengatakan Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah kerja keras TNI dan rakyat sehingga bangsa ini tidak boleh mengenyampingkan tokoh-tokoh nasional seperti Sultan Hamengku Buwono IX dan Letkol Soeharto.

Noor Johan Nuh menambahkan kedua tokoh itu harus kita hargai perannya. Mereka saling bahu-membahu dan saling melengkapi satu sama lain dalam serangan umum 1 Maret 1949.

Lilik Suharmaji yang didapuk sebagai pembicara berikutnya, menyampaikan bahwa peranan Sultan Hamengku Buwono IX dan Letkol Soeharto sangat krusial dalam serangan tersebut.

Lilik menceriterakan, sebelum terjadinya peristiwa Jogja kembali Sultan dan Letkol Soeharto berdiskusi tentang teknik pelaksanaan penarikan tentara Belanda dari Kota Yogyakarta dan masuknya TNI dari luar kota ke Kota Yogyakarta.

Semula Sultan meminta agar diadakan upacara resmi dalam peristiwa Jogja kembali dengan disaksikan oleh perwakilan dari lembaga internasional dalam hal ini UNCI (United Nations Commision for Indonesia).

Dalam diskusi itu Letkol Soeharto keberatan jika ada upacara resmi karena sejatinya Yogyakarta tidak sepenuhnya di kuasai oleh tentara Belanda, buktinya tentara Belanda masih kuwalahan menghadapi serangan gerilya TNI dan rakyat, ungkap Lilik.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X