Itulah sekilas cerita yang dibawa angin dari pesarean Gunung Kawi. Sekarang Nyai Sampur akan berbagi pengalaman mistis yang Nyai alami saat Nyai masih kuliah di Surabaya.
Saya suka ke Gunung Kawi, bahkan sangat suka! Bukan untuk perjalanan spiritual, tetapi wisata kuliner! Ya, di area pesarean Gunung Kawi saya bisa temukan banyak kuliner yang bikin kangen. Ada ayam bakar, wedang ronde, jagung bakar dan pecel. Kuliner ini yang wajib bagi saya tiap kali saya ke sana.
Baca Juga: Menko Polhukam dan Mendagri Kunjungi Pulau Sekatung dan Pulau Laut yang Berbatasan dengan Vietnam
Biasanya, saya naik ke Gunung Kawi saat malam Minggu dengan beberapa teman, lalu kami bermalam di sana, dan turun Minggu sore. Karena saya sangat suka suasana di sana, maka saya sering sekali datang ke sana. Sekali lagi, sama sekali bukan untuk ziarah, seratus persen hanya untuk wisata kuliner!
Pernah suatu saat, saya ada selisih paham dengan Papa saya. Untuk menenangkan diri, saya ajak seorang sahabat saya naik ke Gunung Kawi. Saya tidak bermalam saat itu. Cuma ingin kuliner, lalu turun lagi balik ke Surabaya. Nah… sampai di sana, kami duduk di pinggir jalan sambil makan bakso.
Saat kami lagi enak makan, ada lelaki yang menghampiri kami. Saya ingat, dia memperkenalkan diri dengan nama Robby. Saya panggil dia Om Robby. Setelah ngobrol basa-basi sejenak, lalu si Om Robby ini mengatakan sesuatu yang bagi saya tidak bisa dieja nalar. Begini katanya:
“Nonik, kamu ini perempuan, bukan laki-laki, kalau jengkel sama papa, jangan lari, hadapi! Bukan malah lari ke sini. Suatu saat kamu akan menjadi seperti saya.”
Setelah mengucapkan kalimat itu, lelaki itu memberi saya kartu nama sembari berpesan, “Nanti kalau sudah sampai Surabaya, kamu telpon saya. Kamu berbakat, Nik.” Setelahnya dia pergi meninggalkan kami berdua.
Baca Juga: Semifinal, Kakak Adik, Muara Enim dan PALI Bertemu di Cabor Sepak Bola Porprov XIII OKU Raya
Tentu saja saya heran, donk! Dari mana dia tahu saya sedang kesal dengan Papa saya? Sedang bertemu saja baru saat itu!
Bagaimana dengan kartu nama di tangan saya? Kartu nama itu langsung saya buang. Saya tidak mau berurusan dengan hal-hal di luar nalar seperti itu. Lalu, jera datang ke Gunung Kawi? Tentu tidak! Saya tetap datang dan datang lagi demi kuliner di sana.
Saat datang lagi ke sana, saya datang dengan rombongan teman-teman saya. Saya lupa berapa orang, yang pasti lebih dari lima orang. Kami berangkat hari Sabtu sore. Seperti biasa, setelah mendapatkan penginapan, kami lanjut wisata kuliner.
Saat itu Gunung Kawi sangat ramai pengunjung. Salah seorang teman kami jalan sendiri, entah ke mana. Kami tidak berpikir aneh apalagi khawatir, paling juga dia cari kenalan atau belanja. Jadi tidak seorang pun di antara kami yang mencari dia. Bahkan sampai larut malam dia tidak kembali, kami sedikit pun tidak khawatir.
Kawasan Gunung Kawi sudah terlalu sering kami kunjungi. Memang saat malam Minggu banyak sekali rombongan mahasiswa yang datang ke sana. Tujuannya sama. Wisata kuliner dan malah menjadi ajang cari jodoh! So… apa yang perlu dikhawatirkan?
Baca Juga: Siapa Sih Zakry Sulisto yang Menikahi Velove Vexia?
Artikel Terkait
Visitasi ke Desa Wisata Kampuang Minang Nagari Sumpu, Ini Kata Menparekraf
Ada Penyalahgunaan Senilai Rp 1 Miliar Lebih pada Wahana Wisata Perum Perhutani Ranca Upas
Ini Kata Sandiaga Uno Saat Menyawer Marching Band Opa-Oma di Desa Wisata Cisande
Wisata Kuliner Murah di Jogja, Angkringan Kopi Jos Lek Man Hilang?
Cerita Mistis di Balik Gedung Tinggi, Siksaan Pasang Susuk dan Terkena Santet
Wisata Mistis Pringgodani, Lereng Gunung Lawu
Destinasi Wisata, Mengenal Tradisi Melukat di Bali, yuk
Cerita Mistis dari Dieng, Gadis Cilik Pilihan Kanjeng Ibu
Cerita Mistis dari Dieng, Suara Denting Sendok dan Cangkir