Jakarta, Klikanggaran.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), menjelaskan bahwa Pemerintah dan DPR telah sepakat mendorong RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) ke sidang paripurna untuk dijadikan Undang-undang. Salah-satu kebijakan yang disepakati adalah Program Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.
Sekretaris Jendral (Sekjen) FITRA, Misbah Hasan, menuturkan bahwasannya konsep dari program tersebut hampir sama dengan Tax Amnesty (TA) tahun 2016 dimana orang yang selama ini tidak membayar pajak diberikan kesempatan untuk melaporkan dan dikenakan tarif khusus, bahkan di kebijakan yang baru tarifnya bisa lebih besar yaitu mencapai 12,5% hingga 30%.
"Jika kita mengevaluasi Tax Amnesty tahun 2016, tindak lanjut dari pelapor (Wajib Pajak luar negeri) masih lemah. Sebab, berdasarkan Risalah Rapat DPR RI saat itu menyebutkan tujuan TA adalah menarik kembali dana Rp11.300 triliun milik WNI yang diparkir di luar negeri. Ketika kebijakan tersebut diimplementasikan, justru repatriasi dana WNI di luar negeri tidak maksimal sama sekali," ujar Sekjen FITRA, Misbah Hasan, melalui keterangannya, Jumat (1/10).
Baca Juga: Pj Sekda PALI Sambut Baik Tanggapan Positif dari Pemkab Muara Enim
FITRA mencontohkan bahwa dana WNI di Singapura tidak berhasil ditarik karena Singapura tidak punya perjanjian ekstradisi. Selain itu, posisi tawar pemerintah begitu lemah untuk menarik dana yang terparkir di luar negeri, hal ini diakibatkan dari lemahnya aspek perjanjian bilateral dan politik bilateral.
"Alih-alih menarik kembali dana WNI di luar negeri, Tax Amnesty malah menyasar ke Wajib Pajak dalam negeri dari mulai UMKM sampai pensiunan. Sehingga bisa dikatakan jika program ini diberlakukan lagi maka akan berpotensi tidak efektif dan cenderung memberikan karpet merah bagi pengemplang pajak," jelas Misbah.
Menanggapi hal tersebut, sambung Misbah, ada lima alasan FITRA menolak tegas pengampunan pajak berkedok program Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak:
Baca Juga: Feri Kurniawan: Sebaiknya Semua Terkait Hibah Masjid Sriwijaya Ditersangkakan
"Jika pemerintah melakukan kebijakan tersebut maka pemerintah akan menurunkan citra di mata wajib pajak yang lainnya, apa lagi jarak antara TA 2016 dengan program ini relatif dekat," ungkapnya
Kedua, kata Misbah, Pemerintah akan dinilai tidak serius dan tidak memiliki peta jalan terkait perpajakan karena tahun setelah Tax Amnesty 2016 seharusnya dijadikan momentum kepatuhan pajak, bukan mendiskon pajak besar-besaran. Terlebih, tidak ada mekanisme screening dan pengawasan yang diatur dalam RUU HPP ini, sehingga rentan terhadap pelaporan harta hasil pencucian uang, hasil kejahatan, atau asset hasil penghindaran pajak lintas negara.
"Sedangkang yang ketiga, Kebijakan tersebut berpotensi membuat proses hukum pajak yang berjalan menjadi tertunda dan bertentangan dengan filosofi pajak itu sendiri," ujar Misbah.
Baca Juga: Pusat Bahan Baku Jabar Akan Dibangun, Kepala Dinas: UMKM Bisa Memenuhi Kebutuhan Bahan Baku
Selain itu, untuk yang ke empat, jika argument pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, maka lebih baik pemerintah memanfaatkan data Automatic Exchange of Information (AEOI) untuk mendongkrak pendapatan negara (dari luar negeri).
"Alih-alih menerapkan TA jilid II, pemerintah seharusnya mulai mengumumkan para pengemplang pajak ke publik, sehingga ada keadilan bagi wajib pajak yang patuh. Dan pada akhirnya, dapat meringankan beban defisit APBN," jelasnya.
Artikel Terkait
Bendahara Pemprov Sulsel Tidak Setor Uang Pajak Rp519 Juta, BPK Minta Kembalikan ke Kasda
Hotel Hakmaz Taba Kurang Bayar Pajak Rp54,4 Juta
PKS Kritik Wacana Pemerintah Kenakan Pajak Sembako dan Pendidikan
MAKI Soroti Bapenda Sumsel: Pungut Pajak Dengan Sektor yang Salah 2 Tahun Berturut
Ada Potensi Denda Pajak Reklame Rp631 Juta, Sayangnya Belum Dikenakan, Kenapa Ya?
BPK: Wajib Pajak Hotel di Kabupaten Bekasi Belum Seluruhnya Melampirkan Dokumen Pendukung SPTPD
Enak Bener, Pajak Restoran di Kabupaten Bekasi: Pelaporan Tidak Diikuti Pembayaran dan Penagihan Piutang
Kegiatan Penagihan Pajak di Pemprov DKI Jakarta, Kok Begini, Ya?