KLIKANGGARAN – Hai, Pembaca, sudah selesai dengan cerbung pertama berjudul ‘Samudra di Lautan Malas’? Iya, Samudra yang tersesat sudah terlalu jauh berenang di dalam rasa malasnya.
Cerbung sangat sederhana ini ingin bicara, bagaimana jika kita tidak mensyukuri kondisi yang ada. Bahwa pondasi agama adalah sangat penting, tidak hanya untuk dipahami, tapi harus dijalankan dalam kehidupan.
Cerbung ini tidak terlalu panjang, singkat saja, hanya dua judul. Semoga Samudra masih bisa kembali. Semoga pembaca mendapat manfaat darinya.
Cerbung selanjutnya berjudul ‘Samudra Ingin Kembali’. Kembali ke mana dan dari mana? Monggo berenang dalam cerita lanjutannya. Salam bahagia dan sehat selalu.
*
Baca Juga: Creeping Privatization atau Privatisasi Merangkak di PLN
Sore hari, Murni kembali menemukan anaknya sedang meringkuk di bawah selimut. Wanita tua itu menghela napas berat. Matanya sayu memandangi anaknya, lalu kembali ke dapur dengan langkah lelah. Diangkatnya kue-kue yang sudah tersusun rapi di keranjang.
"Ibu mau ke mana?" tanya si Upik.
"Mau mengantar kue ke warung, Sayang. Upik di rumah, ya."
"Ikut," jawab si kecil langsung memegangi kain ibunya.
"Ya sudah, tapi nggak boleh gendong dan minta jajan, ya."
Si kecil mengangguk dengan patuh, tersenyum lebar kemudian. Murni menggendong keranjang kue, menuntun si kecil berjalan keluar dari rumah. Kaki tuanya tertatih menapaki jalanan kecil berkelok menuju beberapa warung yang tiap hari dititipinya kue.
Sebentar-sebentar wanita itu berhenti untuk membetulkan gendongan. Pundaknya yang sudah turun kini semakin turun oleh beban yang mungkin lebih berat dari tubuhnya sendiri. Si kecil, seperti bisa membaca keinginan ibunya, tiba-tiba bisa bersikap manis.
"Berat ya, Bu?"