KLIKANGGARAN - Halo pembaca, semoga senyum manis masih menghias dua sudut bibir Anda. Semoga puisi yang saya coretkan ini menambah manisnya.
Puisi ini seolah berkata tentang 'diam', jika diartikan secara harafiah pada tiap akhir bait. Tahukah Anda? Diam di sini adalah tanpa kabar.
Ya, puisi ini untuk seseorang yang tiba-tiba menghilang, tanpa kabar dan jejak. Bagaimana dengan kain kafan, pusara, kehampaan, dan lainnya? Apakah bermakna kematian? Tidak selalu, pembaca.
Puisi ini meminjam kata-kata itu untuk melukiskan pencarian dan penantian yang sungguh melelahkan. Seperti pembunuh keji, hampir melenyapkan seluruh energi dan asa. Selamat berselancar di dalamnya.
aku bagai mengais cahaya kelu pusaraku
bagai menyibak darah beku kafanku
meratap rindu pada nestapa
merangkai luka kian meradang
diam dan kelam di wajahmu itu membunuhku
aku tak henti senandungkan ratap ngilu
tak surut alunkan ratap kematian
kutancap bahagia dalam luka merona
kuhembus harapan dalam kehampaan
kau kian diam dan itu membunuhku
aku menyongsong denting pada tiap sudut
tiap sudut yang tak dapat kudaki lagi
kutatap alunan mesra dari pusaraku
dan kupeluk nikmat tikaman belatimu
ketika kerinduan musnahkan sinarmu
ke mana aku hendak mengejarmu
di mana aku hendak membelaimu
aku bertanya pada kegelapan
aku bicara pada hitam pekat cintaku
diam yang kau suguhkan itu sungguh membunuhku*
~Kit Rose |13-12-2007