matahari perlahan pergi dari tatapan langit kelam ketika adzan sore itu berkumandang di masjid samping rumah
secangkir cappuccino yang kuseduh di awal hari membeku pada dinginnya kecintaan yang getir
aku masih tuliskan puisi tentang malam-malam ketika Kau menenggelamkanku semakin jauh
Masih kuingat jelas sabdaMu yang kubaca sesaat sebelum qku terlelap
"Setiap siang dan malam adalah wajahMu," kataMu ketika aku dikoyak sepi
senja ini, ketika secangkir cappuccino kuseduh dalam gembira yang sakit
rasaku remuk setiap saat hujan memandikan kesedihan yang tak kunjung hilang
selalu saja apa yang telah membuat luka itu datang dan merusak perasaanku
Kini, setelah sekian lama aku disiksa rasaku sendiri
rembulan memelukku erat dari ujung langit malam
dan ketika aku datang dalam sujud yang panjang
Kamu berikan aku ketenangan dalam sandaran
Tasikmalaya, 31 Oktober 2021
Artikel Terkait
CERPEN: Pensil Frea
PUISI: Rindu Sekolah
PUISI: Haiku untuk Hatimu
CERPEN: Kisah Seorang Santri
CERPEN: One Only
CERITA ANAK: Berkat Sumpah Pemuda
PUISI: Sumpah, Aku Pemuda
PUISI: Bangunlah Pemuda
PUISI: Cappuccino dan Engkau