Inilah Modus Pemborosan Anggaran yang Dilakukan Pemerintah Daerah Menurut Mendagri: Dari Rapat Fiktif hingga Tunjangan Berlebih

photo author
- Jumat, 10 Oktober 2025 | 06:33 WIB
Menyoroti pernyataan Mendagri, Tito Karnavian terkait pemborosan anggaran di daerah, mulai dari modus rapat hingga kunjungan kerja.  ((Instagram.com/@titokarnavian))
Menyoroti pernyataan Mendagri, Tito Karnavian terkait pemborosan anggaran di daerah, mulai dari modus rapat hingga kunjungan kerja. ((Instagram.com/@titokarnavian))

“Kalau akuntabilitas internalnya kuat, potensi pelanggaran bisa berkurang,” tegas Tito kepada awak media di Hotel Pullman, Jakarta Barat, pada Kamis, 9 Oktober 2025.

“Inspektorat jangan hanya memeriksa, tapi juga memberikan foresight dan insight agar program tidak boros,” imbuhnya.

Kasus di Sumatera Barat Jadi Cermin

Pernyataan Tito bukan tanpa alasan. Modus serupa ternyata juga ditemukan di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Juni 2025.

Baca Juga: Perkuat Hilirasi Pertanian, Bupati Andi Abdullah Rahim Audiensi ke Ditjen Perkebunan Kementan

BPK mengungkap adanya pemborosan senilai Rp2,2 miliar di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pemkab Pessel) akibat kelebihan pembayaran tunjangan dan perjalanan dinas DPRD.

Dalam laporan itu, disebutkan terjadi kelebihan pembayaran tunjangan hingga Rp1,92 miliar karena kesalahan perhitungan Kemampuan Keuangan Daerah (KKD).

Alih-alih dikategorikan “rendah”, Pemkab menetapkan status “sedang”, yang menyebabkan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD dibayarkan lebih tinggi dari aturan.

Nilai kelebihan itu terdiri atas tunjangan komunikasi intensif Rp1,57 miliar, tunjangan reses Rp264 juta, dan belanja penunjang operasional Rp91 juta, seluruhnya melebihi batas Permendagri Nomor 62 Tahun 2017.

Baca Juga: Kadis Dikbud Minta Napak Tilas Religi di Desa Pattimang Jadi Event Tahunan Daerah

Perjalanan Dinas Hanya di Atas Kertas

Masalah lain ditemukan pada komponen perjalanan dinas dengan kelebihan pembayaran sebesar Rp210 juta.

BPK menemukan bukti penginapan yang tidak sesuai fakta — sebagian pelaksana perjalanan ternyata tidak menginap di hotel, tetapi tetap mengklaim biaya penuh.

Tanda tangan tamu dan faktur hotel pun terbukti tidak valid, menandakan sebagian perjalanan hanya fiktif di dokumen, namun nyata dalam pencairan dana.

Lemahnya Pengawasan Jadi Biang Kerok

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Muslikhin

Sumber: Liputan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X