(KLIKANGGARAN) – Wacana soal gaji dan tunjangan DPR kembali mengemuka, namun kali ini turut menyeret perhatian pada kementerian dan lembaga negara lain.
Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, menyampaikan bahwa diskusi terkait gaji DPR seharusnya dijadikan kesempatan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola penggajian pejabat negara.
Dalam obrolan di kanal YouTube Denny Sumargo yang tayang pada Jumat, 8 September 2025, Rieke menyoroti besaran tunjangan kinerja (tukin) yang diterima sejumlah kementerian.
"Tapi kalau kita lihat, saya ambil contoh lagi, tunjangan kinerja kementerian, salah satu yang tertinggi adalah Kementerian Keuangan, 300 persen tunjangannya," kata Rieke.
Ia menegaskan, tunjangan tersebut diberikan rutin setiap bulan. Karena itu, menurutnya sudah seharusnya sistem penggajian ini dievaluasi secara adil.
Momentum polemik tunjangan DPR, lanjut Rieke, harus dijadikan titik balik untuk merombak tata kelola keuangan negara.
"Dengan adanya isu ini, menurut saya ini momentum yang harus diambil. Saya katakan, reset Indonesia, kembali ke 0 kilometer, semua," ujarnya.
Rieke juga menilai Presiden Prabowo Subianto memiliki peluang besar untuk memimpin reformasi sistem penggajian aparatur negara.
"Jangan satu sisi DPR, ya terima kasih kalau buat saya penting kritik seperti itu. Tapi alangkah lebih baiknya kalau transparansi itu untuk semua kementerian, lembaga negara, kementerian pusat maupun daerah," pungkasnya.**
Artikel Terkait
Ikuti Arahan Presiden Prabowo, Ketua Banggar DPR Pastikan Tunjangan Perumahan hingga Fasilitas Mewah Anggota Dewan Akan Dicabut. Betulkah?
Puan Maharani Janji DPR Berbenah, Siap Dengarkan Aspirasi Rakyat dan Cabut Kebijakan Tunjangan serta Kunjungan Luar Negeri
Audiensi dengan Mahasiswa, Dasco Minta Maaf DPR Keliru Jalankan Tugas dan Janji Evaluasi Tunjangan hingga Moratorium Kunjungan Luar Negeri
Inilah 6 Keputusan Hasil Rapat Pimpinan DPR dan Ketua Fraksi: Pemangkasan Tunjangan hingga Anggota Nonaktif Tanpa Hak
Pramono Anung Klarifikasi Isu Tunjangan Rumah DPRD DKI Rp70 Juta, Sebut Keputusan Ada di Tangan Badan Legislatif