• Kecewa: Bapak merasa kecewa dengan anaknya yang dianggap hanya sibuk dengan urusan dunia dan tidak peduli dengan agama atau keluarga.
“Sekarang aku tak bisa apa-apa. Punya anak tak bisa diuntung. Sibuk urusan dunia. Tak ada yang peduli orangtuanya, apalagi peduli agamanya.” Ini menunjukkan perasaan kecewa karena merasa tidak dihargai.
• Pasrah: Akhirnya, Bapak merasa pasrah dan ingin meninggal, menunjukkan keputusasaan dalam menghadapi situasi yang tidak bisa diubah.
“Bapak mau mati saja.” Kini Bapak menjawab dengan datar, tidak lagi berteriak-teriak penuh amarah.
Melalui pendekatan ekspresif Abrams, kita dapat melihat bahwa penulis menggunakan cerita keluarga sebagai metafora untuk kondisi sosial-politik yang lebih besar.
Emosi yang diekspresikan oleh karakter-karakter dalam cerpen mencerminkan kompleksitas emosi yang dirasakan oleh penulis dan masyarakat secara keseluruhan dalam menghadapi situasi politik yang tegang.
Artikel ini ditulis oleh Muhamad Septianto, mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Pamulang
DISCLAIMER: Isi artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis; isi artikel ini juga tidak mencerminkan sikap dan kebijakan redaksi klikanggaran.com.
Artikel Terkait
Aruna dan Lidahnya: Novel Gastronomi yang Merekam Kekayaan Kuliner Indonesia
Representasi Kejiwaan Tokoh Utama Film "The Night Comes for Us"
Memaknai lirik lagu pada "Gala Bunga Matahari" Sal Priadi
Bedah Antropologi pada Film "KKN di Desa Penari": Sebuah Analisis
Peran Budaya dan Sosial dalam Novel 'Saman' Karya Ayu Utami
Eksplorasi Mendalam dalam Novel “Pulang” Karya Tere Liye: Analisis Struktural