KLIKANGGARAN -- Apa kalian pernah mendengar Ratu Kalinyamat? Ya, menelisik dari salah satu cerpen karya Ruang Sastra ini bisa menjadikan kita Kembali melihat Sejarah yang telah usai.
Cerpen Ratu Kalinyamat ini menceritakan Kembali betapa kelamnya masa-masa pada saat itu, cerpen ini cocok untuk kamu yang sedang eksplore berbagai Sejarah pada zaman dahulu.
Apalagi lagi cerpen ini bukan hanya sekedar menceritakan peristiwa-peristiwa kelam saja, juga terdapat pesan dan moral yang dapat kita ambil dari cerita Ratu Kalinyamat ini.
Sebelum menganalisis unsur semiotika cerpen karya Ruang Sastra ini, mari kita simak bagaimana isi cerita di dalamnya.
Cerita pendek karya Ruang Sastra ini yaitu tentang Ratu Kalinyamat seorang tokoh waita yang sangat terkenal.
Tidak hanya berparas cantik,tetapi juga berkribadian “gagah berani” dan permasalahan bermula Ketika Sultan Hadlirin wafat setelah bertahan dari rasa sakitnya karna penyerangan yang dilakukan oleh seseorang yang tak dikenal, membuat sang Ratu Kalinyamat merasa hampa,termenung,bernaung di pepohonan jati.
Setelah kepergiang kangmas, disinilah sang Ratu memendung rasa balas dendam yang mendalam kepada seorang pemuda yang telah menyerang secara gelap. hingga berakhir pembalasan dendamnya terluapkan.
Kini Ratu Kalinyamat mengantikan posisi Kerajaan Sultan Hadlirin dengan menjadi sang Ratu Kalinyamat.
Dengan menggunakan teori Charles Sanders Peirce kita akan menelisik Intrepretant yang terdapat dalam cerpen ‘Ratu Kalinyamat’ karya Ruang Sastra.
Suatu ketika Sultan Hadlirin mendekati suatu Sungai dan tidak sengaja terjatuh dan terbawa arus, dan anehnya air Sungai tersebut berubah menjadi ungu, hingga sekarang disebut sebagai “kaliwungu”
Tanda Sungai ungu terdapat dalam kutipan berikut:
“Tubuh Sultan Hadlirin terbawa harus, dan aneh, air Sungai berubah warna ungu”
Tanda Sungai yang berubah menjadi ungu ini, dapat diartikan sebagai suatu yang ajaip tetapi secara logika dianggap mustahil bisa berubah warna.
Ratu kalinyamat masih dalam keadaan bersedih atas kepergian Sultan Hadlirin, ia masih mengunjungin makam suaminya itu dan suatu saat ketika ingin meninggalkan makam Ratu kalinyamat di sambitnya dengan pisau kecil oleh penyerang gelap yang berpakaian serba hitam.
Artikel Terkait
Eksplorasi Emosional dalam "172 Day" oleh Nadzira Shafa: Perspektif Ferdinand de Saussure
Ketika Aku dan Kamu Menjadi "Kita": Perjalanan Mencari Pemahaman di Tengah Perbedaan Karya Ayu Rosi
Dekonstruksi Pasung Jiwa: Perempuan dan Feminisme dalam 'Pasung Jiwa' Karya Okky Madasari
Kekurangan Pengamat OPT, Dinas Pertanian Luwu Utara Bentuk Satgas POPT
Tindak dan Tutur Kata Memengaruhi Keistimewaan Cerita pada Novel 'Hujan di Bulan Juni' karya Sapardi Djoko Darmono