Ekspresi Konflik Keluarga dalam Cerpen Saat Ribuan Manusia Berbaris di Kotaku Karya Okky Mandasari: Teori Ekspresif M.H. Abrams

photo author
- Sabtu, 6 Juli 2024 | 10:42 WIB
Gambar hanya ilustrasi (Pixabay/canva)
Gambar hanya ilustrasi (Pixabay/canva)

KLIKANGGARAN -- Cerpen “Saat Ribuan Manusia Berbaris di Kotaku” karya Okky Madasari menggambarkan dinamika keluarga yang tegang di tengah situasi politik yang bergejolak.

Konflik antargenerasi dan perbedaan pandangan politik menjadi pusat cerita, dengan setiap anggota keluarga mengekspresikan emosi yang berbeda-beda.

Dalam teori ekspresif yang dikembangkan oleh M.H. Abrams, karya sastra dipandang sebagai cerminan dari emosi dan pandangan penulis.

Hal ini adalah ekspresi subjektif yang mengungkapkan perasaan pribadi dan respons terhadap pengalaman hidup mereka.

Melalui pendekatan ekspresif M.H. Abrams kita dapat melihat berbagai emosi yang diekspresikan oleh karakter-karakter dalam cerpen:

Baca Juga: Representasi Simbol-Simbol Budaya Islam dalam Film Merindu Cahaya de Amstel (Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce)

• Sedih: Narator merasa direndahkan dan frustasi dengan sikap orang tuanya, terutama ibunya yang lebih peduli dengan status sosial daripada kesejahteraan emosional anaknya.

“Daripada ngurusi negara, pusing kofar-kafir, mending doakan anak perempuanmu ini tak jadi perawan tua,”

• Tegang: Dialog antara narator dan Bapak menunjukkan ketegangan yang tinggi, mencerminkan perpecahan dalam keluarga yang mungkin merupakan analogi dari perpecahan dalam masyarakat.

“Lha ya seperti ini, anak malah berani sama bapaknya sendiri. Kebanyakan makan duit orang Cina kamu tuh!”

• Marah: Bapak sering marah-marah, mencerminkan frustrasi dan kemarahan terhadap situasi politik serta ketidakmampuannya untuk mengubah keadaan.

“Apa?!” hardik Bapak saat Ibu mulai menyentuh tubuhnya. “Itu lho… Itu! Negara kita sedang geger seperti itu. Agama kita seenaknya dihina… ini kalian malah ribut sendiri di sini!”

• Takut: Narator merasa takut dan tidak berdaya saat berhadapan dengan otoritas Bapak, mencerminkan rasa takut.

“Matikan sajalah TV-nya!” dan Bapak menjawab, “Matikan apanya? Bunuh dulu aku kalau mau matikan TV-nya.”

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: Resensi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X