KLIKANGGARAN -- Negara yang kaya akan rempah-rempah seperti Indonesia sudah barang tentu punya tingkat keberagaman kuliner yang sangat tinggi.
Mulai dari hidang yang asin, asam, manis, sampai pedas tersaji dari Sabang sampai Merauke. Bahkan jika semua resepnya hendak dibukukan, entah berapa banyak tinta dan lembaran kertas yang akan dihabiskan.
Ironisnya, kekayaan masakan Indonesia itu entah kenapa cukup jarang diabadikan oleh sastrawan di dalam karyanya.
Sekalipun ada, kuliner tak pernah menjadi sentral cerita. Padahal itu adalah hal yang sangat menarik dan potensial untuk mengenalkan budaya dapur Indonesia kepada khalayak.
Namun, Laksmi Pamuntjak dengan novelnya yang berjudul Aruna dan Lidahnya berani melakukan terobosan baru dengan mengangkat tema drama kuliner.
Prosais yang lekat dengan aspek feminis di setiap tulisannya itu mengangkat pamor masakan Indonesia yang jarang terekspos. Riset yang dilakukannya hebat bukan main, ia berhasil merekam semua peristiwa dengan apik. Bahkan, novel ini telah dialihwahanakan menjadi film yang disutradarai oleh Edwin.
Secara garis besar, novel Aruna & Lidahnya mengisahkan tentang seorang ahli wabah bernama Aruna yang sedang melakukan survei flu burung di beberapa wilayah. Bersama dengan dua sahabatnya, Bono dan Nadezhda, mereka menjelajahi berbagai daerah dan mengeksplorasi kekayaan kuliner Indonesia.
Fiksi setebal 427 halaman ini mengajarkan tentang bagaimana kuliner itu bukan hanya sesuatu yang berfungsi untuk memuaskan lidah, tetapi selalu ada filosofi di balik semuanya.
Selama perjalanan mereka, Aruna mulai menyadari bahwa dunia kuliner tidak hanya tentang makanan, tetapi juga mencerminkan budaya, sejarah, dan identitas suatu tempat.
Hal paling luar biasa dari novel ini adalah kemampuannya memberikan pengetahuan tentang kuliner melalui cerita naratif. Banyak sekali nama-nama makanan yang tidak lazim terdengar.
Misalnya, botok pakis dan rujak soto adalah salah dua makanan yang tidak familier di telinga orang Indonesia.
Ternyata botok pakis ini adalah makanan khas Jawa yang terbuat dari rebung pakis yang direbus, dicincang halus, lalu dicampur dengan kelapa parut, dan kemudian ditambah rempah-rempah.
Sedangkan rujak soto adalah makanan yang menggabungkan antara rujak dan soto sehingga menghasilkan rasa manis, pedas, asam, dan gurih.
Kemudian, tentang pindang ikan, misalnya. Selama ini, yang populer di masyarakat Indonesia hanyalah pindang patin khas Palembang.
Artikel Terkait
Makna Lirik Lagu "Wirang" dari Denny Caknan: Melow, tapi Nekad
Pencintraan dan Penggunaan Majas dalam Cerpen "Hutan Merah" Karya Fauzia A
Representasi Simbol-Simbol Budaya Islam dalam Film "Merindu Cahaya de Amstel" (Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce)
Menyoroti Nilai Kesenjangan Sosial di dalam Cerpen "Pendidikan yang Ku tunggu" Karya Nisa Hayyu Rahmia
Majas yang terdapat pada lirik lagu "Tenang" Yura Yunita