KLIKANGGARAN -- Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu karya sastra yang mendalam tentang perjalanan seorang pribumi di era penjajahan Belanda.
Dalam artikel ini, kami akan mengeksplorasi melalui pendekatan sosiologi untuk melihat bagaimana perspektif sosial yang ada di dalamnya.
Novel Bumi Manusia merefleksikan ketidaksetaraan sosial, transformasi budaya, dan pembebasan diri di era kolonial Hindia-Belanda.
Ketidaksetaraan sosial yang mendalam antara masyarakat pribumi dengan colonial diceritakan pada tokoh Minke.
Minke adalah pemuda pribumi yang berpendidikan, menghadapi diskriminasi dan keterbatasan akses terhadap kesempatan yang sama dengan masyarakat Belanda.
Hal ini terlihat melalui penggambaran segregasi rasial di sekolah dan tempat kerja, serta pembatasan budaya yang diberlakukan pada masyarakat pribumi.
Berikutnya novel ini menggambarkan transformasi budaya dalam masyarakat pribumi yang menghadapi dominasi budaya Belanda.
Karakter-karakter dalam novel, seperti Nyai Ontosoroh, menghadapi dilema untuk mempertahankan tradisi budaya mereka atau mengadopsi budaya dan gaya hidup modern yang diperkenalkan oleh kolonial.
Konflik ini mencerminkan tantangan yang dihadapi dalam mencari identitas budaya yang unik di bawah penjajahan.
Terakhir novel ini mengangkat tema pembebasan diri kita dari masalah sosial. Melalui narasi yang kuat, Pramoedya Ananta Toer menyampaikan pesan bahwa pembebasan bukan hanya mencakup pembebasan fisik dari penjajahan, tetapi juga pembebasan pikiran dan pemikiran kritis terhadap ketidakadilan sosial dan budaya.
Bumi Manusia melampaui narasi sejarah untuk merunut kompleksitas masyarakat kolonial.
Pramoedya Ananta Toer mengajak pembaca untuk melihat efek penjajahan pada masyarakat pribumi dan merenungkan pentingnya perjuangan dalam mencapai kemerdekaan tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara sosial dan budaya.
[Penulis: Andes Sagita, Mahasiswa Universitas Pamulang]
Artikel Terkait
Pelisaurus dan Cerita Lainnya: Menertawakan Kegetiran Melalui Humor Segar Ala Gunawan Tri Atmodjo
Quo Vadis Pendidikan Kita?
Inilah Cara Suksesi di Kerajaan Mataram Islam mulai dari Ki Ageng Pemanahan hingga Terbelahnya Mataram Islam
Cakra Manggilingan: Jangan Sekali-kali Mencela Pemimpinmu Secara Brutal, Jika Tidak Ingin Celaka
Gadis Kretek: Perbedaan Latar Pertemuan Jeng Yah dan Soeraja antara Novel dan Film
Aceh dan Lukisannya yang Berdarah: Sebuah Representasi Budaya
Pesugihan dalam Cerpen “Warung Penajem” Karya Ahmad Tohari
Menapaki Kekuatan Diri dan Spiritualitas dalam Cerpen 'Ada Tuhan' Karya Lianatasya
Tidak Hanya Perkastaan, Oka Rusmini Memperkenalkan Tradisi Masyarakat Bali Melalui Novel Kenanga