"Tapi nyatanya ketika bulan Oktober PPKM dibuka maka ada lonjakan-lonjakan konsumen. Akibatnya, ketika ingin memenuhi semua kebutuhan tentunya kuota yang ada tidak sampai di ujung Desember,” ujar Ugan.
Ugan juga mnejelaskan, untuk memenuhi memenuhi kebutuhan kelangkaan solar tersebut, BPH Migas pun memutuskan untuk relaksasi.
Relaksasi itu bukan penambahan kuota, tetapi ada kuota yang kehabisan disuatu wilayah ditutup dari wilayah lainnya yang masih masih memiliki kuota. Nanti mereka yang kehabisan akan ditutup lagi dan itu akan terus-terusan tidak akan pernah berhenti apabila kuotanya tidak ditambah.
Baca Juga: Staf Khusus Menteri BUMN Bantah Erick Tohir Terlibat Bisnis tes PCR
"Oleh sebab itu solusi yang betul adalah BPH Migas harus berani menambah kuota, tapi BPH Migas tidak bisa serta merta sendirian, harus berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral," papar Ugan.
Jika Pertamina - Patra Niaga sekarang harus melakukan penambahan kuota, Ugan meyakini pasti bisa dilakukan oleh Pertamina-Patra Niaga. Akan tetapi, uangnya dari mana dan akan menjadi beban siapa?
"Jangan sampai Patra Niaga yang sedang terpuruk dibebani lagi, sehingga membuat Pertamina-Patra Niaga tambah terpuruk begitu,” tegasnya.
Analisa Ugan yang lain adalah, soal kelangkaan solar ini ada hal lain yang harus diwaspadai. Yaitu terkait disparitas harga solar subsidi dan nonsubsidi yang menurutnya terlalu lebar.
Baca Juga: Kejamnya Ayah Tiri, Anak 3 Tahun Diduga Tewas Dicekik dan Ditenggelamkan di Bak Mandi
“Yang harus diwaspadai oleh kita adalah disparitas harga solar subsidi dan bukan subsidi terlalu lebar. Ini harus hati-hati. Kalau terlalu lebar misalnya harga industri Rp11.000 kemudian harga subsidi Rp7.000. Maka tentunya orang-orang yang berada di industri akan berusaha membeli solar murah yang haknya rakyat. Jadi, jangan kaget kalau kelangkaan-kelangkaan itu terjadi di daerah-daerah industri," jelasnya.
Ugan Gandar yang sudah lama aktif di Pertamina dan FSPPB juga melihat, situasi kelangkaan ini karena ada upaya-upaya untuk pengecilan atau pengebirian terhadap kemampuan PT Pertamina-Patra Niaga yang dilakukan oleh invisible hand.
Pertama Pertamina tidak boleh pegang uang, yang kedua disparitas harga terlalu lebar, yang ketiga adalah pembatasan kuota. Hal ini menurut Ugan jika disparitas terlalu lebar, orang industri ambil yang subsidi, maka yang terjadi adalah kelangkaan solar seperti saat ini, kemudian akan ada yang dioplos.
"Maka yang akan rusak nama Pertamina. Kemudian soal kuota. Diputuskan kuota 15 juta kiloliter, tetapi kenyataan pada bulan Oktober atau November habis, maka di bulan Desember akan terjadi kelangkaan. Ketika terjadi kelangkaan solar itu maka nama yang jelek sudah pasti Pertamina atau Patra Niaga. Kenapa tidak ada yang pernah menyalahkan BPH Migas, kenapa?” kata Ugan.
Kekhawatiran lain dari Ugan pada saat Pertamina dibuat holding dan subholding mulai tampak terjadi. Dengan adanya holding dan subholding, maka semua subholding mempunyai kinerja/KPI masing-masing.
Artikel Terkait
Ada Pemborosan Sebesar Rp17 Miliar di Pertamina Balikpapan, Buat apa, Ya?
Kurang Cermat dalam Pengadaan Barang di Pertamina RU VII Kasim, Ada Denda Rp1,3 Miliar Belum Dikenakan
Pekerjaan EPC Tangki di Pertamina Balikpapan Terlambat, Ada Potensi Hilangnya Nilai Keekonomian Rp15,5 Miliar
Sayang Sekali, Ada Pemborosan Anggaran di Pertamina Balikpapan, Nilainya? Rp6,7 Miliar Lebih
Ada Denda Rp1 Miliar di Pertamina RU V Balikpapan, Udah Ditagih Belum, Ya?
Ahok Bersikap Tegas, Netizen: Enak Mana Pak, Ngurus Pertamina atau Jakarta?
Ditanya Netizen Soal Tugasnya di Pertamina, Ahok: Reputasi di Atas Harta Kekayaan
RDMP Pertamina Balikpapan Bisa Menjadi Kasus Besar, Salamuddin Daeng: Penegak Hukum Harus Usut Tuntas