peristiwa

Dirgahayu HUT Pertamina ke-64, eSPeKaPe: Utamakan Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat

Senin, 6 Desember 2021 | 10:36 WIB
Ucapan selamat untuk Pertamina dan harapan eSPeKaPe (Dok.klikanggaran.com/Teddy)

Baca Juga: Melirik Data Pemkot Bekasi, Ini Masalah yang Terjadi pada Bagian Pajak

Tetapi, karena Komisi bidang Energi yang diketuai Dr. Iwan Prayitno dari Fraksi PKS mengabaikan aspirasi dengan menutup rapat-rapat masukan dari masyarakat. Meskipun Dr. Hartono Marjono dari MPR lintas fraksi siapkan Minderheisnota yang merasa tidak akan bertanggung jawab jika suatu saat terjadi penderitaan rakyat.

Maka bisa dilihat, siapa saja fraksi dari partai politik di DPR yang menutup aspirasi dan menyetujui RUU Migas diundangkan saat itu?

Padahal kita, eSPeKaPe, setelah membaca salah satu artikel hasil dari Putaran Uruguay WTO (World Trade Organization), dikecualikan untuk bisa memberlakukan monopoli jika memiliki undang-undangnya sendiri dan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya.

Pertamina saat itu memiliki undang-undangnya sendiri, yaitu UU No. 8 Tahun 1971. Dan Pertamina dilahirkan waktu itu oleh karena didasarkan amanat konstitusi negara yang termaktub dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Baca Juga: Cerita Mistis di Bali : Tidak Semua Cenayang Pemberani, Saya Salah Satunya

Maka seharusnya Pertamina dikecualikan memberlakukan usaha monopoli sesuai menurut artikel hasil Putaran Uruguay WTO tersebut.

Namun, "nasi sudah menjadi bubur" kendati saat Dr. Hartono Marjono saat membacakan Minderheisnotanya sambil menangis toh RUU Migas tetap saja diketok untuk disetujui. Dan sebulan kemudian pemerintah mensahkan RUU Migas menjadi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).

Ironisnya eksistensi Pertamina oleh UU Migas dibonsai dan dialihkan bentuknya menjadi perseroan. Sebaliknya dilegalkanlah BP Migas dan BPH Migas yang tidak ada asal muasalnya dalam regulasi UU Migas. Cukup menyakitkan, memang, tapi apa boleh buat.

Pensiunan yang berhimpun di eSPeKaPe adalah pelaku sejarah yang ikut serta merintis, membangun dan membesarkan Pertamina. Sehingga dalam suasana kebatinan yang tidak bisa ditawar itu, di HUT Ke-10 eSPeKaPe pada 10 Februari 2011, yang diadakan di Auditorium Gedung Kwarnas Pramuka Gambir, dicetuskanlah "Kawal Pertamina Harga Mati". Ini merupakan suatu komitmen yang tidak bisa dan ada kompromi lagi.

Baca Juga: Tewasnya Novia Widyasari, Habiburokhman: Randy Bagus Harus Dijerat Pasal Berlapis

Apalagi berdasarkan Permenkeu di era Menteri Keuangan Boediono tahun 2003, menetapkan adanya penyertaan modal awal untuk PT Pertamina (Persero) yang saham sepenuhnya dimiliki pemerintah. Itu diambil dari semua asset yang ada di Pertamina yang ditaksir sebesar Rp200 trilyun. Yang merupakan hasil pengabdian dan kerja keras pensiunan Pertamina saat aktifnya.

Itu dijadikan penyertaan modal awal PT Pertamina (Persero) oleh pemerintah. Dengan demikian paling tidak, ada kontribusi yang berarti dari legacy yang ditinggalkan oleh pensiunan Pertamina saat aktifnya.

Ketua Umum eSPeKaPe, Binsar Effendi Hutabarat, tidak ingin menengok kebelakang meskipun itu benar dan faktual, ketika organisasinya sudah mencetuskan komitmen "Kawal Pertamina Harga Mati" sepuluh tahun lalu.

Termasuk adanya berbagai kebijakan yang dijadikan keputusan oleh Menteri BUMN Erick Thohir sebagai wakil pemerintah yang merupakan pemegang saham sepenuhnya di PT Pertamina (Persero), dan yang melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dimana Menteri BUMN sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk memutuskan kebijakannya.

Halaman:

Tags

Terkini