Menguatkan Kembali Institusi Sekolah

photo author
- Sabtu, 8 Mei 2021 | 21:39 WIB
sekolah
sekolah


Artikel ini merupakan opini yang ditulis oleh Nalendra Satyagama





Rencana pembelajaran tatap muka (PTM) untuk pelajar dan mahasiswa mulai Juli 2021 atau tahun ajaran baru 2021/2020 menuai berbagai tanggapan di masyarakat.  Anak-anak usia sekolah sudah setahun lebih mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Jika ini diteruskan, ada kekhawatiran berimbas pada kesehatan mental anak-anak. Bulan Juli ini dirasa tepat untuk memulai PTM. Namun, di sisi lain, bayang-bayang virus Covid 19 yang masih mengancam menjadi alasan utama para pihak yang mengkhawatirkan PTM.  Kondisi demikian membuat para pemegang kebijakan pendidikan di level daerah untuk merumuskan PTM sesuai dengan protokol kesehatan.


Sudah setahun lebih, para siswa belajar secara daring. Banyak cara yang dilakukan pihak sekolah untuk membuat pembelajaran secara daring berjalan maksimal. Berbagai metode diterapkan pihak sekolah agar pembelajaran secara daring berjalan optimal, seperti menggunakan aplikasi zoom, grup whatss app, berbagai platform pembelajaran (rumah belajar, kahoot, educandy, quizziz, dsb.), atau memanfaatkan acara penyampaian materi sekolah di televisi atau youtube.


Kembalinya para siswa dan guru ke sekolah untuk belajar dan mengajar dapat dijadikan sebagai momen untuk meresapi kembali peran sebuah intitusi sekolah. Peran sekolah, selain mencerdaskan generasi, adalah pembentukan karakter siswa. Bahkan, dapat dikatakan, inilah peran utama sekolah. Agar peran utama ini berjalan optimal, dibutuhkan kontribusi berbagai pihak, yaitu penyelenggara sekolah, pimpinan sekolah, para guru, karyawan, orang tua, masyakat, dan tentunya para siswa.


Peran penyelenggara sekolah dapat dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasara yang mendukung terbentuknya karakter siswa yang unggul. Pimpinan sekolah berperan dengan mendesain program pembelajaran baik akademik maupun nonakademik. Dalam mendesain ini, peran guru mutlak dilibatkan karena gurulah pihak terdepan yang berinteraksi dengan siswa.


Para guru, sebagai garis depan yang berhubungan secara langsung dengan siswa, dapat menerjemahkan program-program yang telah didesain tersebut baik di kelas maupun di luar kelas. Peran pimpinan sekolah dan guru didukung tenaga pegawai tata usaha dalam menyiapkan berbagai perangkat yang dibutuhkan. Kemudian, para siswa dan orang tua berperan dengan mengikuti semua program yang telah direncanakan sambil memberikan masukan jika ada beberapa hal yang perlu disempurnakan melalui mekanisme yang telah ditentukan penyelenggara sekolah. Terakhir, masyarakat baik komunitas, institusi maupun individu dapat memberikan peran sesuai dengan porsi dan kapasitas yang dimiliki.


Pembelajaran jarak jauh (PJJ) praktis membuat kegiatan belajar mengajar (KBM) kurang berjalan maksimal. Ketidakhadiran siswa di sekolah selama setahun lebih berpengaruh terhadap psikis mereka. Mereka kurang berinteraksi secara langsung dengan teman-teman di sekolahnya. Akibatnya timbul kebosanan di rumah. Belum lagi durasi interaksi dengan gawai cenderung lebih lama.


Kehadiran kembali para siswa ke sekolah idealnya disambut penyelenggara sekolah dengan memperbaiki atau memaksimalkan sarana dan prasarana yang selama setahun lebih ini dapat dikatakan tidak termanfaatkan. Perangkat-perangkat di kelas, seperti meja, kursi, papan tulis, atau proyektor berfungsi maksimal saat PTM. Begitu pula prasarana ruang kelas, toilet, lapangan, atau ruangan-ruangan lain. Jangan sampai kehadiran para siswa di sekolah disambut dengan sarana dan prasarana yang tidak optimal, bahkan tidak berfungsi. Sarana dan prasarana yang terkondisikan dengan baik akan membuat siswa merasa nyaman dan bersemangat untuk kembali menajalani PTM.


Program akademik dan nonakademik harus siap pula diimplementasikan sepanjang tahun ajaran. Program-program yang selama ini kurang atau tidak berjalan selama pandemi dapat dimaksimalkan kembali.  Untuk akademik, para guru dapat menentukan kompetensi dasar (KD) yang belum maksimal saat PJJ. Tidak maksimal bisa dari penyampaian materi atau penilaian.  Adapun untuk program nonakademik, program yang bersifat pengembangan diri dapat diterapkan kembali dengan adanya PTM.


Pandemi Covid 19 yang membuat para siswa belajar dari rumah idealnya tidak mereduksi peran-peran semua pihak yang terlihat di sekolah. Perbedaan tentu ada antara belajar secara daring dan tatap muka. Tidak adanya interaksi langsung antara siswa dan guru membuat transfer pengetahuan dan pembentukan karakter menjadi kurang optimal. Begitu pula interaksi antarsiswa yang hanya dapat dilakukan secara virtual. Namun, pembentukan karakter siswa harus tetap berjalan apa pun kondisinya


Dengan diselenggarakannya kembali PTM, peran-peran yang disandang berbagai pihak dapat disegarkan kembali. Berpindahnya tempat belajar dari sekolah ke rumah selama setahun lebih, hendaknya dapat menjadi momen instropeksi untuk kembali menguatkan institusi sekolah sebagai salah satu sarana pembentukan karakter siswa.


 Semua ini tentunya dapat terlaksana dengan mengutamakan satu hal yang sangat penting: protokol kesehatan. Semua pihak yang disebutkan di atas harus saling menguatkan bahwa pembelajaran tatap muka nanti berbeda dengan sebelum pandemi.  Pola kebiasaan baru dalam tata kehidupan di sekolah sejatinya juga pembentukan karakter yang tak terpisahkan dan harus dijunjung bersama.  


 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X