Dua Angsa Hitam

photo author
- Senin, 12 Oktober 2020 | 21:40 WIB
images
images


Jakarta,Klikanggaran.com - Saya memantau lalu lintas pro kontra UU Cipta Kerja. Kesan penggiringan opini seolah UU ini hanya terkait dengan ketenagakerjaan tak bisa dielakkan. Padahal, ketenagakerjaan ini hanya satu dari sekian banyak klaster, 1 dari 76 UU yang diangkut dalam bus besar untuk memfasilitasi investasi. Tetapi, karena ini menyangkut buruh dan pekerja, sektor ini paling banyak menguras tenaga perlawanan.


Beberapa hari ini para pendukung UU Cipta Kerja memviralkan pernyataan guru besar hukum Universitas Padjajaran, Prof. Romli Atmasasmita. Intinya, menurut Prof. Romli, UU Cipta Kerja tidak melemahkan dan menyengsarakan rakyat, tetapi justru melemahkan dan menyengsarakan mafioso, maladministrasi, korupsi dan suap, serta perilaku rent-seeking.


Kita setuju, korupsi dan inefsiensi birokrasi adalah penyakit pembangunan. Investor memang enggan berurusan dengan birokrasi yang tambun. Tetapi, soal korupsi dan bentuk-bentuknya, asal itu memuluskan rencana bisnisnya, praktek itu sering ditoleransi para pebisnis, khususnya di sektor ekstraktif.


Pernyataan bahwa UU Cipta Kerja melemahkan para mafioso perlu dikejar lebih rinci: di bagian mana saja? UU ini tidak bisa dibaca ‘gelondongan’ sebagai upaya mulia Pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja dengan cara mempermudah bisnis dan memotong rantai birokrasi. Betulkah UU ini jurus ampuh untuk menghabisi para mafia? Saya meragukan, dengan dua contoh.


Pertama, ini bunyi UU Pangan No. 18 Tahun 2012, pasal 14 (Gambar 1).


Pasal 14


(1) Sumber penyediaan Pangan berasal dari Produksi Pangan dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional.


(2) Dalam hal sumber penyediaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mencukupi, Pangan dapat dipenuhi dengan Impor Pangan sesuai dengan kebutuhan.

Bandingkan dengan UU Cipta Kerja (versi tanggal 9 Oktober 2020) Pasal 64, yang mengubah ketentuan UU Pangan berikut ini (Gambar 2):


Pasal 14


(1) Sumber penyediaan Pangan diprioritaskan berasal dari:
a. Produksi Pangan dalam negeri;
b. Cadangan Pangan Nasional; dan/atau
c. Impor Pangan.

Bagi para pemain bisnis pangan, implikasi dari perubahan ini besar sekali. Di UU 18/2012, impor disebut di ayat lain, sifatnya pengecualian: dalam hal produksi dalam negeri belum mencukupi. Di UU Cipta Kerja, impor disebut dalam satu ayat: sama-sama prioritas. Dengan rumusan begini (dan/atau), soko guru penyediaan pangan nasional bisa berasal dari impor. Impor pangan, seperti halnya impor energi, adalah ruang perburuan rente yang tidak pernah bisa diputus, dari dulu sampai sekarang. Artinya, UU Cipta Kerja klaster pangan tidak akan pernah menghabisi para mafioso, malah justru memperbanyak para pemburu rente bersama dengan terbukanya keran impor besar-besaran. Kalau pun dengan sistem tertentu para pemain impor pangan dibatasi, klaster ini akan mengokohkan dominasi oligarki importir pangan.


Kedua, UU Ciptaker tidak mengubah banyak isi UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Minerba. Sebab, perubahan tata kelola minerba telah diborong oleh beleid pengganti UU No. 4/2009 tersebut, yang juga selesai dengan cara dikebut. Karena sudah sesuai aspirasi, Pasal 39 UU Cipta Kerja hanya menambah 1 pasal, yaitu Pasal 128A, dan mengubah 1 pasal, yaitu pasal 162, tentang sanksi pidana. Ini contoh Pasal 47 UU 3/2020 yang tidak diubah (Gambar 3):


Pasal 47


Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b diberikan dengan ketentuan:


f. untuk Pertambangan Mineral logam yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian selama 30 (tiga puluh) tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X