Mengapa Presiden Jokowi tidak ‘memveto/membatalkan’ kebijakan itu, jawabannya juga sederhana: karena Presiden sayang sama yang bersangkutan. Biasanya, orang tidak bisa jatuh cinta dan bernalar sekaligus. Itu pikiran liar saya saja.
Jika jabatan staf ahli direksi BUMN itu diperlakukan sebagai iming-iming bagi banyak kalangan relawan yang belum mendapatkan jatah di formasi pengurus BUMN (direksi dan komisaris)—toh kita sudah mahfum pemenang pemilu dapat semuanya—-pertanyaannya, orang-orang yang jadi direksi dan komisaris BUMN sekarang ini orang-orang siapa dan dari mana kalau bukan dari relawan? Kalau mereka profesional dan ahli, mengapa butuh lagi staf ahli?
Kesimpulannya adalah ini semua bukan merupakan wujud perubahan BUMN ke arah yang lebih profesional dan baik. Ini langkah politik yang memanfaatkan BUMN. Salam instal ulang.
Penulis: Agustinus Edy Kristianto