Jakarta,Klikanggaran.com - Besarnya gelombang Covid-19, dunia dibuat kalangkabut. Semua perhatian terfokus pada Covid -19, sehingga berbagai penyakit yang juga mewabah di masyarakat “seolah” terabaikan. Menurut data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) setidaknya ada 5 (lima) penyakit yang berbahaya dan mengancam kesehatan masyarakat Indoensia, yaitu Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi), Stroke, Gagal Jatung, Diabetes, dan Tuberkulosis (TB/TBC). Kelima penyakit ini memiliki sumbangan kematian terbesar di Indoensia.
Di Indonesia prevalansi kelima penyakit mematikan itu terus mengalami peningkatan. Pertama, prevalensi hipertensi naik dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 34,1% pada tahun 2018. Kondisi ini mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang per tahun. Kedua, stroke, pada tahun 2018 prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%. Ketiga, dagal jantung, Organisasi Kesehatan Dunia/ World Health Organization (WHO) mencatat tahun 2016 ada lebih dari 15 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung.
Di Indonesia ada sekitar 100.000 orang yang meninggal akibat penyakit jantung setiap tahunnya. Kempat, diabetes prevalensi penyakit ini naik dari 6,9% menjadi 8,5% per tahun 2018, dan kelima, tuberculosis, pada tahun 2018 masyarakat yang terjangkit tuberkulosis di Indonesia mencapai 845.000 kasus angka ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2017 yaitu 565.869 kasus. Dari 845.000 kasus tersebut, WHO melaporkan perkiraan angka kematian akibat tuberkulosis di Indonesia adalah 35 tiap 100.000 penduduk.
Khusus untuk TB, baru-baru ini WHO merilis bahwa Indonesia masuk dalam daftar 30 negara dengan kasus tuberkulosis tertinggin di dunia. Dari 30 negara tersebut Indonesia menduduki posisi ke tiga setelah India dan Tiongkok. Guna mersepon hal tersebut, pemerintah Indonesia bersama 75 negara lain di dunia berkomitmen untuk mengakhiri TB pada tahun 2030.
Komitmen itu diantaranya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Pertanyaanya kemudian, bisakah Indonesia bebas TB pada tahun 2030? Apa yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia?
Eliminasi
Melihat pertumbuhan kasus TB di Indonesia, wajar jika presiden Joko Widodo menjadikan penanggulangan TB menjadi prioritas. "Penanggulangan TB adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis," seperti dikutif dari Permenkes 67 tahun 2016.
Bersamaan dengan itu fakta pada tahun 2017 setidaknya ada 165.000 pasien meninggal akibat TB. Dan tahun 2018 jumlah pasien yang meninggal akibat TB mencapai 98.000 pasien.
Sekali tepuk dua lalat, mungkin itu pribahasa yang layak diajukan untuk upaya pemerintah dalam penanggulangan TB bersamaan dengan penangangan Covid-19. Presiden Joko Widodo mengungkapkan saat membuka rapat terbatas 'Percepatan Eliminasi TBC' di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21-7-2020):
“Kita sudah memiliki model untuk Covid, yaitu pelacakan agresif untuk menemukan di mana mereka, harus dilakukan. Ini mungkin kita nebeng Covid, kita juga lacak yang TBC”.
Ungkapan presiden Joko Widodo, merupakan penegasan bahwa TB juga tidak kalah pentingnya dibanding Covid-19, terlebih jika dilihat fakta data TB di Idonesia. Penyakit ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Sudah selayaknya penanggulangan TB menjadi prioritas pemerintah. Sisa waktu 10 (sepuluh) tahun bagi pemerintah menuju Indonesia bebas TB tahun 2030. Perlu kolaborasi seluruh elemen bangsa, agar komitmen eliminasi dapat berjalan sesuai dengan harapan.
Selama ini pemerintah berupaya melaksanakan penanggulangan TB yang dituangankan dalam Strategi Nasional (Stranas) Pengendalian TB. Stranas mencakup peningkatan Standar Pelayanan Minimal (SPM), pemerintah daerah diwajibkan untuk mengalokasikan anggaran penanggulangan TB. Pada tahun 2019 pemerintah mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan TB sebesar Rp 127 miliar anggaran ini tentu jauh dari cukup, sedang untuk penanggulangan stunting pemerintah mengalokasikan Rp 1,5 triliun.
Pemerintah juga melakukan penguatan sistem pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistemik dan terus menerus serta penyebaran informasi (surveilans) melalui pendekatan menghubungkan sistem informasi TBC dan sistem informasi fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan obat-obatan, singkronpenisasi penaggulangan TB dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan pengembagan riset penanggulangan TB.
Pemerintah perlu mendorong peran katif pemerintah desa dalam penanggulangan dan pengendalian TB melalui pembiayaan atau alokasi anggaran yang memadai. Tujuannya meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan TB di desa. Dengan desa peduli TB dapat meningkatkan akselerasi penanggulangan dan pengendalian TB.