Kejaksaan Dalam Bayangan "Dosa" Masa Lalu

photo author
- Minggu, 31 Mei 2020 | 20:55 WIB
Adi Toegarisman
Adi Toegarisman


Jakarta,Klikanggaran.com - Era reformasi sudah berjalan 22 tahun, tapi bidang hukum masih berjalan di tempat. Isu jual-beli hukum masih terus bermunculan. Padahal ini salah satu persoalan pelik yang dituntut oleh rakyat saat menggelar aksi penggulingan Orde Baru.


Aksi korup aparat hukum terus dipertontonkan hingga kini. Perkara paling baru adalah isu suap yang dihembuskan oleh Miftahul Ulum, mantan staf pribadi mantan Menpora, Imam Nachrawi, yang melantunkan lagu merdu soal adanya setoran uang Rp7 miliar bagi mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Adi Toegarisman.


Pengakuan itu disampaikan Miftahul saat memberi kesaksian di persidangan kasus suap di Kemenpora baru-baru ini.


Betul, perkara itu masih harus diselidiki lebih lanjut. Namun, seperti kata pepatah, tak mungkin muncul asap tanpa adanya api.


Entah mengapa mereka tak mau belajar dari kesalahan masa lalu. Jangan lupa, dulu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk akibat rakyat tak lagi percaya terhadap aparat Kejaksaan dan Polri, terutama dalam menangani perkara korupsi.


Kala itu, aparat Gedung Bundar (kantor Jaksa Agung Muda Tindak pidana Khusus) sangat royal memberi SP3 (Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan) terhadap para tersangka kasus korupsi.


Mereka juga terlalu gampang menerbitkan surat izin sakit untuk terduga koruptor. Salah satu surat keterangan sakit paling kondang adalah untuk Sjamsul Nursalim, obligor terbesar kedua yang menyelewengkan uang negara sebesar Rp28 triliun. Ia hanya menyicipi dinginnya lantai bui satu malam, sebelum akhirnya kabur ke Singapura.


Nah, kalau pun sang tersangka yang disidik diajukan ke pengadilan, mereka banyak yang dibebaskan hakim. Kuat dugaan aparat sengaja melonggarkan penuntutan agar terdakwa lolos dari jerat hukum.


Gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan jika bisa berbicara akan menjadi saksi, betapa hampir semua terdakwa yang diadili di sana mendapat putusan bebas.


Lagu merdu milik Miftahul Ulum dilantunkan saat diperiksa dalam penanganan kasus dugaan korups dana hibah KONI tahun 2017 yang ditangani Kejaksaan Agung. Ia mengaku mengucurkan dana “pengamanan” Rp 7 miliar untuk Jamidsus (kala itu) Adi Toegarisman.


Dalam pemeriksaan perkara itu, diyakini ada cukup bukti. Nah, untuk menutup perkara agar tak berlanjut ke meja hijau, lantas ada upaya untuk menutupnya.


Tentu saja selain Kejaksaan Agung, BPK selaku pemeriksa dana hibah tersebut harus dilibatkan. Tak heran jika Miftahul juga menyebut Anggota BPK Achsanul Qosasi turut menerima uang sebesar Rp3 miliar.


Di luar pemeriksaan Kejaksaan Agung, pada 2018 Miftahul disidik KPK. Komisi pimpinan Firli Bahuri menyidiknya untuk perkara dugaan suap dari pejabat KONI untuk Kemenpora.


Adi Toegarisman tentu saja membantah tudingan itu. "Itu tudingan yang sangat keji terhadap saya, fitnah. Ini bulan Ramadhan, demi Allah tidak ada itu seperti yang dituduhkan ke saya," ujar Adi di Jakarta, Senin (18-5-2020) pekan lalu.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X