Apa dan Bagaimana Saksi Ahli Bahasa?

photo author
- Senin, 6 April 2020 | 00:11 WIB
saksi ahli2
saksi ahli2

 


Bila ada kasus hukum yang akhirnya menimbulkan keributan antara terdakwa dan saksi ahli bahasa atau antara hakim dengan saksi ahli Bahasa, bisa jadi hal itu disebabkan oleh pengabaian terhadap kriteria saksi ahli Bahasa atau sikap ilmiah di ahli Bahasa. Maka, aparat hukum maupun masyarakat harus memahami tentang keberadaan saksi ahli Bahasa.


 


Berikut contoh, keterangan ahli yang saya berikan saat diminta menjadi saksi ahli Bahasa. Saat ada pemberitaan online detiknews.com pada tanggal 28 Januari 2019 dengan judul “Prabowo Siap Terima Dukungan Keturunan PKI, PKPI: Mereka Panik? Deliknya, apakah kalimat tersebut mengandung unsur perbuatan provokatif atau unsur yang berpotensi adanya perbuatan  menghasut?


 


Adapun analisis yang saya lakukan adalah sebagai berikut:



  • Struktur kalimat inti: Mereka Panik (S-P), secara makna: Mereka = kata ganti orang bersifat jamak/tidak ada rujukan spesifik - Panik berarti “bingung; gugup”.

  • Potensi menghasut ada pada kata “panik” (membangkitkan orang supaya marah), tapi karena subjek (mereka) bersifat jamak, maka tidak spesifik yang dimaksud siapa?

  • Dari segi tindak tutur: kalimat terebut bersifat “ekpresif” (tanggapan atas konteks sebelumnya) bukan “deklaratif” (menciptakan keadaan baru).

  • Maka simpulannya: tidak ada makna menghasut, di samping rujukan subjek bersifat jamak bukan tunggal.


 


Adalah tanggung jawab professional seoarang saksi ahli Bahasa untuk membetikan keterangan atau pendapat di bidang keahlian Bahasa. Sebagai bagian proses “pembuktian” terhadap teks tertulis untuk dinyatakan mengandung perbuatan melawan hokum atau tidak.


 


Maka penting untuk diketahui publik tentang saksi ahli Bahasa. Mungkin saksi ahli lainnya. Di samping, masyarakat pun harus berhati-hati dalam menggunakan Bahasa sehari-hari khususnya di media sosial. Karena salah sedikit atau dianggap melanggar hukum, seperti: pencemaran nama baik, penghinaan, berita bohong atau hoaks apalagi fitnah maka dapat dijadikan delik aduan ke polisi. Jangan sampai karena persoalan ketidak-tahuan atau emosi sesaat menjadikan “kata-kata dan kalimat” dalam berbahasa berujung ke ranah hukum.


 


Ketahuilah, bahasa bukanlah alat untuk menistakan, bukan pula simbol kasta. Bahasa biarlah tetap apa adanya, bukan ada apanya… #SaksiAhliBahasa #BudayaLiterasi


Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Syarif Yunus

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X