Mencermati Konfigurasi program organisasi penggerak pada setting peran masyarakat dalam bidang pendidikan yang digagas oleh Pak Nadiem Makarim cukup menarik dan menguras perhatian kita sebagai pemerhati pendidikan akhir akhir ini. Setidaknya kita mengarah untuk mengabtraksikan dari konstruksi sesungguhnya proposisi ini. Kajian tersebut merupakan gebrakan pemikiran dalam menyikapi persoalan pendidikan selama ini. Dengan kata lain, bisa jadi dialektika yang akan dinarasikan menjadi sebuah diskursus dari sebuah kajian bersifat subtantif yang dipersepsikan sebagai bentuk perlawanan ketika banyak bertabrakan dengan konsep sebelumnya yang didukung seperangkat regulasi. Dan ini harus diapresiasi sebagai bentuk semangat reformasi bidang pendidikan. Terlepas dari implikasi yang mengiringinya.
Mengenal Program Organisasi Penggerak dilansir dari laman Kemendikbud, pada dasarnya Sekolah Penggerak memiiliki empat komponen. Pertama, Kepala Sekolah memahami proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar. Kedua, guru berpihak kepada anak dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa. Selanjutnya yang ketiga, siswa menjadi senang belajar, berakhlak mulia, kritis, kreatif, dan kolaboratif (gotong royong). Dan yang terakhir, terwujudnya komunitas organisasi penggerak yang terdiri dari orang tua, tokoh, serta organisasi kemasyarakatan yang diharapkan dapat menyokong sekolah meningkatkan kualitas belajar siswa.
Komponen yang keempat tentang organisasi Penggerak yang digagas pak menteri Nadiem Makarim merupakan program pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Setidaknya itu yang kita tangkap dari mainstream pemberitaan yang muncul.
Program ini dilaksanakan dengan melibatkan sejumlah Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan. Kajian keterlibatan organisasi kemasyarakatan tersebut lebih pada tinjauan bahwa organisasi yang sudah memiliki rekam jejak yang baik dalam implementasi pelatihan guru dan kepala sekolah lebih diutamakan dalam program tersebut. Dengan kata lain gagasan kajian ini membangun paradigma baru dalam upaya peningkatan kompotensi guru melalui pelatihan yang diinisiasi oleh organisassi kemasyarakatan atau yang berkembang di masyarakat sekarang ini terkenal dengan istilah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kajian pendidikan, sehingga implikasinya dapat meningkatkan partisipasi masyarakan di bidang pendidikan. Ekosistem ini dibangun berdasarkan kebutuhan ril terkait interpretasi kebutuhan internal sekolah yang dikontruksi sebagai kebutuhan komunitas masyarakat peduli pendidikan.
Selanjutnya penulis mencoba menelaah tentang persoalan di atas dari sisi kebijakan yang sudah dirumuskan di UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 pasal 56 bahwa Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dalam pasal 54 poin 1 tertera .Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Dan dalam poin f. membahas tentang “Pembahasan kebijakan sekolah.” Jadi kontruksi dari peran masyarakat sejatinya sudah dirumuskan melalui peran dewan pendidikan, komite sekolah dan organisasi profesi. Walaupun dalam implementasinya bisa melibatkan perseorangan, keluarga, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan.
Diperkuat dengan penjabaran undang undang dapat dicermati di Peraturan Pemerintah Nomer 17 tahun 2010 sebagimana diubah dengan PP Nomer 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Penyelenggaran Pendidikan. Di sana dirumuskan bahwa peran masyarakat diinisiasi oleh Dewan Pendidikan baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan serta Organisasi Profesi Guru.
Untuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, merupakan partisipatif masyarakat dalam mewujudakan mutu pendidikan. Penjabaran dari konsep dukungan masyarakat terhadap peningkatan mutu pendidikan sekolah yaitu dengan melibatkan peran serta tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama, dunia usaha dan dunia industri, serta kelembagaan sosial budaya. Penyertaan mereka dalam pengelolaan sekolah hendaknya dilakukan secara integral, sinergis, dan efektif, dengan memperhatikan keterbukaan sekolah untuk menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam meningkatkan mutu sekolah tersebut. Lebih teknis ketika pemberdayaan dewan pendidikan dan komite sekolah dilibatkan dalam konteks MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang di dalamnya dirumuskan melalui koodinasi dan komunikasi. Tidak hanya itu, pemberdayaan juga dapat dilakukan dengan menjalin komunikasi yang baik. Hal itu dilakukan agar komponen tersebut berjalan sinergi dengan pihak sekolah yang tentu ujungnya ada pola kerjasama yang baik ketika organisasi penggerak masuk pada wilayah kajian tersebut.
Selanjutnya keberadaan organisasi profesi guru juga merupakan amanat Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 Guru dan Guru. Pada pasal 41 UUGD menyatakan (1) Guru membentuk organisasi profesi guru, (2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. (3) Guru wajib menjadi organisasi profesi guru, (4) pembentukan organisasi profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. (5) pemerintah dan/ atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Kajian ini tertuang dalam PP no 66 Tahun 2010 sebagaimana ada perubahan di PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang penyelenggaran pendidikan. Dapat dikaji di pasal 188 ayat 5, Hal itu memuat sbb; 1).Pengendalian mutu pendidikan profesi. 2).Pemberian pertimbangan kurikulum program studi sarjana atau diploma empat yang lulusannya berpotensi melanjutkan pada pendidikan profesi. 3).Melakukan uji kompetensi guru dan sertifikasi kompetensi, 4).sertifikat profesi kepada calon guru dan kepala sekolah dan proses sertifikasi pun dilaksanakan sepenuhnya oleh organisasi profesi guru, bukan oleh LPTK seperti saat ini, (memang hal ini sudah dituangkan dalam UU no 14 tahun 2005), 5).Akreditasi program studi atau satuan pendidikan, 6).Pendidikan dan pelatihan bagi guru, juga penguatan kepala sekolah dan pendidikan dalam jabatan bagi guru yang telah mengajar, serta penilaian kinerjanya pun dilakukan oleh organisasi profesi guru, 7).Organisasi profesi guru menggaransi calon-calon yang guru yang telah diberikan ijin tersebut bahwa mereka layak mengajar dan menegakkan kode etik profesi guru. Jika ada guru dan atau kepala sekolah yang diduga melanggar kode etik, maka Dewan Kehormatan yang memprosesnya. Selama ini hal tersebut harus diakui belum dijalankan oleh organisasi profesi guru. Peranan organisasi profesi guru baru ramai dibahas ketika ada masalah yang menyangkut (terduga) guru yang tersangkut pidana.
Lebih lanjut dalam kita bisa melihat Peraturan Pemerintah yang berkaian langsung dengan profesi guru, yaitu PP Nomor 74 tahun 2008 sebagaimana yang telah mengalami perubahan dengan terbitnya PP nomor 19 tahun 2017 tentang guru. Dalam pasal 45 ayat 1 guru memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di lingkungan satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Peran tersebut dapat berupa saran atau pertimbangan yang nantinya dijelaskan di ayat ayat berikutnya sebagai gambaran lebih teknis.
Dengan demikian sejatinya organisasi profesi guru lah yang paling berhak untuk melakukan hal yang digagas oleh Mas Nadiem. Memang dalam kajian sesungguhnya terkait organisasi profesi guru yang ada, bisa jadi belum menunjukan perfoma sesungguhnya dari sebuah profesi yang mulia ini, karena banyak keterbatasan di orprof guru tersebut. Untuk itu .. sekaranglah kesempatan ini kita raih untuk menunjukan marwah guru sesungguhnya. Bagaimana organisasi penggerak disamatkan kepada semua organisasi profesi guru yang ada di Indonesia dengan penguatan dari pemerintah tentunya.
Penjelasan kebijakan yang tertuang di regulasi di atas tentu menjadi gambaran, bagaimana pengelolaan pendidikan selama ini berlangsung. Tentu dalam implementasinya belum berjalan dengan baik. Praktinya belum sempurna, walaupun selama ini menjadi pijakan dalam proses penyelanggaran dan pengelolaan pendidikan.
Berkaca dari hal tersebut maka logis ketika program organisasi penggerak yang diawali dengan konsep merdeka belajar dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sekarang akan dirumuskan dan digulirkan sebagai kebijakan pendidikan yang baru, walau secara teknis belum didukung oleh regulasi.
Dengan demikian maka gagasan organisasi penggerak menjadi sebuah program yang cukup pertisius yang rumusannya dari program tersebut akan mendorong hadirnya Sekolah Penggerak yang berlanjut dengan melibatkan peran serta sejumlah organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan sebagai organisasi penggerak. Dengan catatan organisasi yang sudah memiliki rekam jejak yang baik dalam implementasi pelatihan guru dan kepala sekolah.