Jakarta,Klikanggaran.com - Polemik soal korupsi ramai dibicarakan sejak berapa hari terakhir. Sejak pasca penguploadan konten yang diunggah Tempo dan Tirto lewat daring media sosial mereka, publik banyak dikecohkan dengan cerita-cerita heroik IndonesiaLeaks yang membongkar CCTV KPK.
Semua narasi ini mengarah pada kasus buku merah, dimana Isi buku merah mencatat aliran uang, diduga salah satunya kepada Tito Karnavian saat menjabat Kapolda Metro Jaya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kapolri. Dalam buku itu tercatat ada dugaan sembilan kali aliran uang kepada Tito. Jumlahnya bervariasi, dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar, dengan total Rp8,1 miliar.
Berita 8.1 miliar tersebut dapat kita temukan dalam pemberitaan opini versi Tirto dan juga Tempo. Mengapa bisa disebut opini? Karena itu masih dugaan, dan mereka hanya menyampaikan informasi dari orang yang mengabarkan. Orang yang mengabarkan itu tak jauh berbeda dengan para penulis seword yang bisa saja mengklaim bahwasanya ada Dugaan Korupsi Anies Sebesar 147 Milliar
Kita boleh bertanya, kemana KPK saat ditanya soal kasus Anies? Mereka bersih-bersih dengan mengatakan Anies suci. Lantas, jika Anies suci, mengapa ada surat Tanda Bukti Penerimaan Laporan/Informasi Dugaan Tindak Pidana Korupsi yang diketik oleh KPK?
Jika Anies tidak korupsi, jika Anies benar-benar suci, seharusnya pelapor yang melaporkan kasus Anies dapat dituntut balik, bahkan oleh Anies sendiri. Karena jelas mencemarkan namanya, tapi menjadi aneh ketika malah KPK sendiri lah yang membela mati-matian dengan mengatakan Anies bersih.
Artinya pun, disini kita bisa menarik kesimpulan bahwasanya ada sesuatu hal yang dipending, tidak dikerjakan atau tidak diusut. Dan itu karena apa? Apakah karena marga klan Baswedan? Simpulkan sendiri.
Namun yang menarik disini, kita bisa menyimak cerita keterlibatan Tempo dan Tirto menyerang Kapolri Tito soal dugaan korupsi yang sudah hampir 2 tahun lamanya ini diangkat kembali.
Menyikapi kasus buku merah, kita patut menyikapi soal "nominal korupsi". Antara terduga Tito 8.1 Miliar dengan Anies 147 Miliar. Anak SD pun bisa membedakan korupsi mana yang semut dengan gajah.
Tidak bisa dibenarkan memang berapapun nominalnya, keduanya sama-sama korupsi, tapi dilihat dari urgensi, mana yang lebih penting? Kenapa bisa Tito yang jadi sasaran kembali?
Sebagai analisa sederhana kita bisa menyimpulkan bahwa kasus *Buku Merah ditujukan untuk memanas-manasi situasi Mahasiswa yang bakal demo sebentar lagi.
Berdasarkan Analisa itu maka kita jadi patut makin bertanya. Mengapa Tempo dan Tirto sebegitu kencangnya menglorifikasi pemberitaan seolah ada korupsi parah di Kepolisian yang ternyata jumlahnya hanya 8.1 miliar.
Jadi perlawan ini bisa kita lihat makin mengerucut. Ada perang dingin antara KPK Taliban dengan Kepolisian.
KPK Taliban tidak mau posisinya diawasi oleh dewan pengawas karena akan menghambat gerak-gerik mereka memberantas lawan-lawan politiknya.
Sedangkan dipihak Polisi, yang artinya pihak pemerintah juga, telah membaca gerak-gerik kubu KPK ini sebagai motif jahat karena mereka berlindung dibalik nama keadilan memberantas korupsi sedangkan mereka melindungi kawanannya sendiri yang koruptor.