Jakarta, KlikAnggaran.com - Hampir dua dekade Penanam Modal Asing (PMA) diperbolehkan investasi 100% di Perikanan Tangkap. Departemen Kementerian Kelautan dan Perikanan keluarkan izin tangkap untuk lebih kurang 1.300 kapal dari China, Thailand, Taiwan, Jepang dan lain-lain. Kapal-kapal tersebut ada yang masuk PMA murni karena boleh 100% asing, ada PMDN dan join venture. Sementara Pengolahan di wilayah barat investasi asing max 40% dan di timur max 67%.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengatakan bahwa dari sisi ini sudah bisa dilihat, peraturan investasi ini memang PRO ilegal fishing, bawa kapal, pendirian pabrik abal-abal, tangkap ikan, transhipment di tengah laut, bawa pergi ikan ke negeri masing-masing dengan kapal-kapal Tramper mereka yang berukuran 1.000 GT sd 10.000 GT.
“Yang terjadi adalah, 1.300 ijin kapal tangkap diduplikasi, realita lebih dari 10.000 (sepuluh ribuan lebih) kapal ikan dari negara-negara tetangga menangkap ikan di laut kita. Beberapa ribu bahkan tanpa izin sama sekali,” kata Susi dalam keterangan tertulisnya pada klikanggaran, Selasa (9/8/2016).
Lautan Indonesia menjadi zona bebas mengeruk uang tunai /ikan, udang, dan lain-lain dari dalam laut dan juga tempat penyelundupan dari tekstil, miras, narkoba dan lain-lain. Selain mengambil ikan dan lain-lain dari laut, Susi mengatakan bahwa mereka juga membawa binatang-binatang langka dari burung kakak tua, buaya, penyu, cendrawasih dan lain-lain.
Menteri Susi menegaskan, Perikan Indonesia dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2013 kehilangan 115 pabrik pengolahan karena tutup/bangkrut akibat tidak adanya bahan baku, yang semua telah dicuri. Hal ini berdampak pada, rumah tangga nelayan berkurang 50%, dari jumlah 1.6 juta menjadi tinggal 800 ribuan.
“Hidup sebagai nelayan tidak lagi bisa mencukupi. Contoh, Cirebon 15 sampai dengan 20 tahun yang lalu udang dalam satu malam ratusan ton. Cilacap 50 sampai dengan 100 ton per hari. Pangandaran 10 sampai dengan 50 ton per hari. Semua hilang, sampai dengan 2 tahun yang lalu ada 1 ton aja sudah banyak,” tandas Susi.
Pada kenyataan yang ada sekarang, nelayan yang masih tersisa menurut keterangan Menteri Susi, mencoba dengan segala cara untuk bisa bertahan hidup. Mereka melakukan destruktif fishing dengan menggunakan portas, bom, cantrang/ trawl. Pemerintah Indonesia hanya mendapatkan max Rp 300M Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) KKP, dan itu pun juga separuh dari kapal-kapal dalam negeri. Pajak hampir tidak ada.
Susi mengatakan bahwa ada beberapa pengusaha/ tokoh masyarakat/ pejabat / aparat dan lain-lain yang mendapatkan fee dari kegiatan bisnis penangkapan ikan kapal-kapal asing. Mereka inilah yang dua tahun terakhir tidak mendapatkan lagi fee atau komisi pengamanan kegiatan penangkapan ikan secara illegal itu. Maka, mereka terus mencoba dengan segala cara.
“Semua pintu diketuk. Organisasi dipakai untuk teriak kepentingan yang terganggu, akademisi dipakai dan disuruh menganalisa secara ilmiah, untuk mempertanyakan kenapa sekarang pemerintah membuat investasi penangkapan ikan tertutup untuk asing dan membuka investasi pengolahan diperbolehkan sampai dengan 100%,” lanjut Susi.
Hal demikian seharusnya tidak perlu menjadi pertanyaan menurut Susi. Karena inilah yang benar dan sesuai dengan misi pemerintah yaitu menjadikan Laut Indonesia sebagai masa depan bangsa. Dua tahun perang terhadap ilegal unreported dan unregulated fishing, dilakukan mulai dengan Peraturan Pemerintah Moratorium untuk kapal-kapal ex asing selama 2x6 bulan, dan pelarangan transhipment. Analisa dan evaluasi pun dilakukan. Yang akhirnya Perikanan menyumbangkan pertumbuhan PDB akhir tahun 2015 menjadi 8.96%. Hampir 2x dibanding sektor lainnya.
“Nilai tukar nelayan di tahun 2014 September hanya 102, naik di awal tahun 2016 mencapai 110. Harga ikan juga menyumbangkan deflasi 0.42 atas harga ikan yang cenderung turun. Pasar-pasar becek sekarang ada ikan, warteg juga jualan ikan. Subtitusi yang benar untuk kebutuhan protein bangsa kita pada saat impor daging begitu besar dan sangat mahal harganya. Sementara Thailand terpuruk PDB perikanannya (pertama kali minus PDB perikanannya. Begitu juga yang lain),” ulas Susi.
Semua itu, lanjut Susi, mestinya menyadarkan kita, Indonesia bisa dan mampu, dan kita punya. Saya yang memiliki pendidikan terendah di jajaran anak bangsa, merasa bangga mengatakan dan menyatakan hal ini.
“Dan, saya berani untuk tetap mempertanyakan kepada siapa saja tentang Investasi Asing di Perikanan Tangkap yang sudah pernah ada di Negeri ini. Silahkan, siapa yang mau menyebutkan, Perikanan Tangkap Asing itu siapa? Dari negara mana? Perusahaan apa? Apa yang telah diberikan kepada negeri ini? Apa yang telah diambil? Ayo angkat tangan, sebutkan nama Anda, perusahaan Anda. Berapa nilai ekonomi negeri yang Anda berikan? Saya akan cermati!” pungkas Susi Pudjiati sebagai Menteri KKP.