Jakarta, KlikAnggaran.com - "Patah Tumbuh Hilang Berganti" adalah pepatah yang menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, pas untuk proses bisnis Pertamina yang tidak pernah sepi dari hal kontroversial. Pemerintah Jokowi Jk sempat dihebohkan oleh tawaran minyak murah dari negara Afrika. Bahkan, BUMN Migasnya, Sonangol, sempat menandatangani MOU dengan Pertamina di depan Wapres Jusuf Kalla dan Wapres Manuel Domingos Vicente Angola pada 31 Oktober 2014. Akhir ceritanya pun dinilai Yusri tidak jelas.
Kemudian kita dikejutkan dengan munculnya perusahaan Minyak Rusia Rosneft di tikungan terakhir Mei 2016 dengan menyingkirkan Saudi Aramco. Dan, hari ini kita menyaksikan Rosneft Oil Company, perusahaan BUMN di Rusia baru saja mengirimkan 200 ribu barel BBM jenis premium ke Indonesia. Hingga bulan Desember 2016 nanti, Rosneft dijadwalkan akan melakukan pengiriman serupa, yakni 200 ribu barrel per bulannya. Hal ini sesuai dengan kontrak pembelian antara Pertamina dan Rosneft, yakni sebanyak 1,2 juta barrel, yang ditandatangani sebelumnya.
Yusri mengatakan, dalam keterangan resminya Rosneft mengklaim bahwa pengiriman 200 ribu barrel premium tersebut menandai prestasi bersejarah bagi Rosneft.
“Ini adalah kali pertama perusahaan mengirim premium untuk kawasan Asia-Pasifik. Meskipun persaingan pasar minyak cukup ketat, Rosneft Trading SA telah berhasil melakukan ekspansi pasar global, untuk perdagangan produk hidrokarbon milik Rosneft Group," tulis Rosneft seperti dikutip Yusri, Kamis (4/8).
Rosneft melihat potensi besar untuk mengembangkan pasar di Indonesia sebagai salah satu importir premium terbesar di kawasan Asia-Pasifik. Karenanya, pengiriman premium pertama tersebut merupakan langkah awal dari strategi perusahaan untuk memenuhi permintaan pasar.
"Langkah berikutnya dari pembangunan jangka panjang ini adalah keterlibatan yang lebih mendalam dalam proyek kilang," demikian ungkap Rosneft.
Diungkapkan oleh Yusri bahwa ada kerjasama Rosneft-Pertamina untuk pembangunan kilang minyak di Tuban, Jawa Timur dengan total investasi mencapai 15 miliar dolar AS. Pertamina memilih Rosneft karena dinilai berpengalaman, kapabilitas, dan tawarannya lebih menguntungkan.
Kerjasama Rosneft-Pertamina perlahan menuai polemik. Kerjasama itu digadang-gadang akan difokuskan pada pembangunan kilang minyak, menawarkan daerah kerja ekplorasi migas di Rusia dan tidak ada cerita mengimpor BBM premium. Dugaan adanya kongkalikong di balik penyediaan premium itu pun menjadi tidak terelakkan. Pasalnya, berdasarkan keterangan Pertamina, kargo premium dari Rusia dikirim dengan skema Free on Board (FoB) ke Tanjung Langsat, Malaysia. Sedangkan kabar yang beredar, kawasan Tanjung Langsat diduga kuat adalah terminal blending Premium RON 88 milik Trafigura, perusahaan trader migas asal Singapura.
“Jangan-jangan Rosneft hanya membeli saja dari Tanjung Langsat. Atau, bisa jadi hanya sewa benderanya saja, kemudian dikirim ke Indonesia. Dengan kata lain, diduga Rosneft hanya berperan sebagai makelar saja. Lagipula, agak mustahil rasanya kalau hanya membawa 200 ribu barel dari Rusia. Itu terlalu sedikit sehingga kurang ekonomis. Walaupun ini hanya dugaan, Pertamina sebaiknya membuka saja apa yang terjadi sebenarnya. Apakah Pertamina nanti bersedia membuka dokumen Bill of Loading (BL) pengirimannya? Di BL itu nanti akan jelas terlihat sumber barangnya dari mana dan sebagainya, akan terungkap dengan jelas ,” ungkap sumber OFFSHORE.
Menurut sumber Offshore, saat ditanyakan apakah betul Tanjung Langsat adalah milik Trafigura, VP Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro menjawab secara diplomatis. Menurut Wianda, Pertamina berhubungan bisnis dengan Rosneft sebagai mitra usaha dengan kontrak menerima Mogas 88. Fasilitas dan lain sebagainya adalah domain dari Rosneft sebagai seller. Yang utama bagi kami adalah, spesifikasi produk sesuai kebutuhan BBM Indonesia dengan kualitas terbaik serta harga yang paling kompetitif.
Hal ini ditanggapi oleh Yusri bahwa kecurigaan patgulipat di balik impor premium Rosneft sangat masuk akal. Yusri mengaitkan kecurigaan itu karena sejak 1 Agustus 2016, Pertamina telah mengubah mode produksi BBM di kilang TPPI dari mode premium sebesar 60.000 barrel per hari menjadi pertamax 40-50 ribu barrel per hari.
“Pertanyaannya, apa alasan Pertamina mengubah mode itu? Lantas dibawa ke mana ekses naphta dari Kilang Cilacap yang selama ini digunakan sebagai bahan baku blending untuk produk Premium Ron 88?” kata Yusri dengan heran dan bingung pada klikanggaran, Minggu (7/8/2016).
Yusri menambahkan, sependek pengetahuannya, di dunia hanya negara kita yang masih menggunakan Premium Ron 88, sehingga di luar negeri jarang ada kilang memproduksi migas Ron 88, kecuali diproses blending antara komposisi HOMC 92 (80%) dengan Light Naphta (20%) seperti dilakukan pada fasilitas blending di Tanjung Lansat Johor, Malaysia.
Padahal kalau menyimak penjelasan Direksi Pertamina di berbagai media, baik Ahmad Bambang sebagai Direktur Pemasaran (12/2/2015) dan Rahmad Hardadi sebagai Direktur Pengolahan (28/6/2016). Ahmad Bambang menegaskan, dengan beroperasinya kilang TPPI dan kilang RFCC 2 Cilacap, ada tambahan pasokan produk Premium Ron 88 sebesar 91.000 barrel per hari, sehingga bisa menekan volume import Premium sebesar 30% sampai dengan 42%. Dan, dulu kita mengimport sejumlah 9-10 juta barrel per bulan, sementara saat ini hanya 5 juta barrel per bulan.