Lagi-lagi Dana Aspirasi!

photo author
- Rabu, 11 Mei 2016 | 08:11 WIB
images_berita_MANUSIA-DIPELINTIR
images_berita_MANUSIA-DIPELINTIR

 “Lagi-lagi anggota DPR nuntut kesejahteraan! Padahal, selama ini gaji sama tunjangan jabatannya kan udah gede!? Sementara kita tiap ari kerja keras gak pernah nuntut ape-ape, eh, malah pada digusurin! Nyakitin ati bener dech!”.

Sekelumit kalimat di atas keluar dari mulut seorang tukang kopi “warung dadakan” yang dalam beberapa kesempatan penulis sempat mampir untuk menyeruput kopi hitam manis demi melegakan dahaga dan “menuruti” candu kopi penulis.

 

Terkait usulan “dana aspirasi” atau dana desa sebesar Rp. 20 Milyar untuk tiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sekarang ramai dibicarakan lagi adalah hasil daripada Rapat paripurna DPR yang telah disahkan pada pertengahan tahun lalu untuk direalisasikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, tentang Peraturan DPR untuk tata cara usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi.

Seperti diketahui, dasar dari usulan “akal-akalan” ini sesungguhnya belum jelas betul. Namun, sejumlah anggota DPR mengklaim usulan dana aspirasi itu ialah perwujudan dari pasal 80 huruf J Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.

Badan Anggaran DPR RI meminta dana aspirasi daerah pemilihan dinaikkan hingga Rp 15 miliar sampai Rp 20 miliar per anggota. Jika dikalikan 560 anggota DPR yang ada, estimasi total dana aspirasi mencapai Rp 11,2 triliun.

“Uang sebanyak itu, kalo dibeliin cendol, Jakarta bisa banjir cendol kali yeh?!” kelakar tukang Warkop tadi pada penulis. Memang sangat wajar jika banyak kalangan yang khawatir akan adanya penyelewengan dilakukan oleh anggota dewan. Sebut saja, Uchok Sky Khadafi, Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), “dana aspirasi usulan DPR rawan penyelewengan. Bahkan, dia menduga dana aspirasi tersebut akan mengakibatkan korupsi massal yang dilakukan DPR dan pemerintah daerah.”

Menurutnya, setiap dapil tidak hanya memiliki satu wakil daerah tetapi lebih dari tiga wakil untuk DPR, DPRD dan DPD. Dengan begitu, setiap dapil bakal mendapatkan dana aspirasi dua kali lipat, sehingga aspirasinya bakal tumpang tindih dan akan terhadi mark up anggaran proyek fiktif.

"Yang dimaksud dengan proyek fiktif, dapil tersebut dapat dana aspirasi dari DPRD tingkat satu, dan tingkat DPR. Tentu yang dijalankan hanya satu proyek saja dan ada yang dimasukan ke dalam kantong pribadi."

Sementara itu, banyak lagi tokoh yang menentang usulan ini, diantaranya Gubernur Jawa Tengah yang juga politikus PDI-P, Ganjar Pranowo, yang berpendapat bahwa dana aspirasi anggota DPR membuka bahaya laten korupsi. Ada juga wakil presiden Jusuf Kalla yang mempertanyakan balik rencana DPR memasukkan anggaran dana aspirasi Rp 20 miliar per anggota dalam APBN 2016. Menurutnya pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini juga berdasarkan aspirasi dari DPR.

Terkait dengan pendapat tersebut, bantahan disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Ahmadi Noor Supit, dia membantah kalau dana tersebut bakal menjadi lahan korupsi para anggota DPR karena mekanisme pencairan dana aspirasi berada di pemerintah daerah (Pemda). Kata Ahmadi, DPR hanya membantu mengusulkan dana aspirasi saja dan mengawasi dana tersebut.

Ahmadi meyakini tidak akan ada penyelewengan dana oleh anggota DPR. Sebab, dana nantinya disetorkan ke pemerintah daerah. Anggota DPR yang nantinya mendapat usulan dari masyarakat untuk membangun fasilitas tertentu bisa mengajukannya ke pemda setempat. Dia mengungkapkan bahwa pengalokasian dana aspirasi dapil ini adalah amanat dari Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Setiap anggota DPR sebagai wakil rakyat mendapatkan dan menjalankan aspirasi dari warga di dapilnya.

Selama ini, setiap anggota DPR memperoleh dana penyerapan aspirasi, yang besarnya Rp31,5 juta per tiga bulan, atau Rp.10,5 juta per bulan. Dana aspirasi kepada setiap anggota DPR sebesar Rp20 miliar per tahun sesungguhnya akan menciptakan ketidakadilan. Faktanya bahwa salah satu provinsi, seperti Jawa Barat, diwakili 91 orang dalam DPR. Adapun provinsi seperti Maluku Utara diwakili tiga orang.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Abdullah Taruna

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X