Kedua, konten tentang sakit (sebab) berbeda-beda. Ada yang bilang, jatuh ke jurang saat operasi di Aceh. Ada yang nulis, diinjak-injak senior saat latihan. Ada pula yang mengatakan, salah posisi kaki saat pendaratan latihan terjun payung, dan lain-lain. Belum lagi perbedaan nama medis dari sakitnya dan lukisan kondisi sehari-hari bagi penderita sakit seperti itu.
Ketiga, kenyataannya, jauh panggang dari api. Agus bisa main bola volly dan basket kegemarannya. Agus mampu lari dengan ransel penuh beban di punggungnya.
Keempat, setelah resmi jadi Cagub DKI, Agus mendadak sering muncul di TV. Dapat dilihat, apakah pancaran wajahnya menggambarkan orang yang sedang menahan sakit? Apakah wajahnya menyiratkan dibuat-buat? Sebagai new comer yang disebut 'Prof Ikrar NB' si Ahoker sebagai anak ingusan, apakah nampak canggung dan rendah diri, atau terlihat over acting untuk membungkus kelemahan, ketika bareng dengan politisi bangkotan dan profesor yang sudah lintang-pukang?
Saya bersaksi, Mayor Agus "yang ingusan" itu, dengan kemampuan tiga bahasa asing - agaknya yang bilang ingusan belum tentu mampu mengimbangi dia dalam diskusi. Tidak perlu soal wawasan global, soal sospol sekalipun, yang menjadi andalan Profesor Ingusan.
Agus memang anak "ingusan". Pangkat baru mayor. Belum pernah menjabat di teritorial, apalagi dunia politik. Saya jenderal bisa bilang, "emang jenderal selalu lebih pinter dibandingkan Mayor"? Sama dengan Bob Sadino yang hanya tamat SD. Memang ada sarjana atau profesor yang berani mengaku lebih pinter dari dia?
Bagi saya, selagi soal kepemimpinan dan politik masih sebagai seni dan ilmu, tidak ada urusan dengan ingusan atau bangkotan. Memang track record perlu, pengalaman penting. Tapi, jangan kemlinthi dan onjo, atau sok pinter, lalu menerapkannya secara simplistis dan hitam-putih.
Memang, orang-orang yang bilang pengalaman dan pengalaman itu, siapa sih, sebelumnya? Siapakah tokoh-tokoh hebat ini sebelum seperti sekarang? Ibu Megawati, hanya Ketua DPC PDI sebelum tiba-tiba menjadi Ketum PDI-P. Pak Jokowi, hanya Walkot di daerah adhem-ayem sebelum tiba-tiba menjadi Presiden. Siapa Ahok? Hanya bupati di kampung, itu pun hanya dua tahun.
Apa kenyataannya? Ketiga beliau itu menjadi amat sedikit yang menjadi orang-orang hebat di negeri ini. Ketiganya berangkat dari titik start yang sama dan selevel dengan Agus saat ini.
Point-nya, sama sekali tidak bijak --untuk tidak mengatakan goblok-- ketika mengira orang di bawah kecil dan pendek-pendek, karena melihatnya dari puncak Monas. Atau, 2 ekor ikan ajaib dalam sebuah aquarium. Satu ekor tanpa kepala dan satu ikan lagi tanpa ekor. Begitu jadinya kalau melihat dari sudut pandang sempit dan picik, sudut aquarium.
Logika dangkal dan sederhana saya mengatakan, kesuksesan adalah resultant/paduan antara kemampuan, kemauan, dan kesempatan. Jika Agus dihadapkan dengan ketiga orang sukses di atas, berpijak pada modal awal terkait kemampuan dan kualitas, Agus jauh di atas ketiganya. Kini untuk menjadi seperti tiga tokoh tersebut bahkan melampauinya. Agus "Abimayu" Harimurti Yudhoyono, hanya butuh satu saja, kesempatan. Sebuah kesempatan yang pada masanya juga telah diperoleh dan dinikmati oleh para tokoh yang sekarang berhasil.
Posisi Saya
Maaf kalau tulisan ini terkesan heroik dan berapi-api. Padahal hanya menanggapi copas kampanye hitam. Pasalnya, langsung atau tidak, amat merendahkan militer/TNI. Bila karenanya kemudian justru dianggap die hard Agus atau kel Cikeas, tak mengapa, biarkanlah.
Kalaulah boleh memelihara kekecewaan dan atau kesumat, mungkin saya berhak menjadi penjurunya. Copas seperti itu amat menyenangkan, dan bisa menjadi sumbu melunasi sakit hati.
Bahkan, jika pun copas hoax seperti itu benar atau mengandung kebenaran, rasa kecewa tidak boleh menghalalkannya. Apalagi hanya ikut-ikutan berkubang atau bersama-sama gupak, seperti mereka yang disebut sebagai "info/sumber dari dapur istana". Sungguh naif dan bodoh ....
Bisa bekerja di lingkungan Istana Kepresidenan berarti lolos seleksi super secret dan super screen. Itulah kehormatan dan kebanggaan yang lebih dari rata-rata. Bila kemudian menjadi sumber fitnah seperti itu, berarti secara sistemik ada yang keliru. Pantas saja bila kemudian dikatakan banyak hal bocor, secara tidak konfidensial di negeri ini. Harus segera diatasi dan tidak boleh terjadi lagi.