Demokrasi, Kesejahteraan, Utang, dan Pasar Bebas 3

photo author
- Minggu, 4 September 2016 | 11:31 WIB
images_berita_Ags16_1-PASAR-1
images_berita_Ags16_1-PASAR-1

Hal-hal yang perlu disegerakan agar pasar bebas dapat kita menangkan adalah; Pertama, melakukan pemetaan dunia usaha agar kita memiliki pengetahuan di mana basis keunggulan komparatif dan di mana kita memiliki keunggulan kompetitif. Dalam hal ini pemerintah harus membentuk pusat data dan trading house yang berfungsi secara strategis menyuplai data bagi pegiat ekonomi (lokal, nasional, maupun internasional). Pemerintah bisa menugaskan perusahaan-perusahaan negara yang sudah mapan (Pertamina, Telkom) agar menjadi pusat data tersebut. Sedang untuk usaha kecil dan menengah (UKM) pemerintah bisa menunjuk Bulog. Sebagai BUMN, Bulog adalah institusi yang paling tepat dan cepat untuk melaksanakan atau menjadi pusat data dan trading house tersebut.

Kedua, penetapan kebijakan fiskal yang mengkondusifkan iklim usaha. Dalam hal ini pajak dan pelayanan harus cepat dan efesien. Perlu adanya reformasi pelayanan usaha agar memudahkan pelaku ekonomi menemukan kondisi yang menyenangkan ketika membayar pajak maupun mendapat penyaluran kredit. Kita harus jeli bahwa menuntaskan kemiskinan diperlukan strategi besar yang harus dimiliki oleh aparatus birokrasi.

 

(Baca juga: Demokrasi, Kesejahteraan, Utang, dan Pasar Bebas 1)

(Baca juga: Demokrasi, Kesejahteraan, Utang, dan Pasar Bebas 2)

Ketiga, penyediaan bantuan untuk mempercepat perkembangan usaha. Dalam hal penyediaan kemudahan bantuan/kredit. Pemerintah dapat menugaskan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai lembaga yang bisa menjamin seluruh usaha (terutama UKM) untuk mengatasi masalah kemiskinan. Bagaimanapun BRI merupakan lembaga keuangan yang tepat, di samping secara manajemen cukup baik. Jangkauan BRI cukup luas sampai di tingkat kecamatan dan desa. Melalui permodalan yang dilakukan oleh BRI dan memanfaatkan jaringan koperasi simpan pinjam di pedesaan, diharapkan penyaluran kredit kepada masyarakat akan lebih efisien dan dana masyarakat pedesaan akan berputar di sekitar pedesan pula.

Keempat, dorongan dan perlindungan bagi segala usaha. Strategi pengentasan kemiskinan belumlah cukup tanpa didukung oleh sejumlah gerakan nasional yang harus dilakukan secara bersamaan. Misalnya gerakan mendorong masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan bukan mencari kerja. Kemudian gerakan efisiensi nasional atau gerakan pola hidup sederhana. Melalui gerakan ini diharapkan masyarakat tidak menjadi konsumtif, tetapi sebaliknya masyarakat lebih produktif. Dengan produktifitas yang tinggi kita akan memiliki daya tahan yang kuat terhadap krisis. Sebab, selama ini ternyata sektor-sektor informal maupun sektor formal berskala kecil yang paling siap menghadapi krisis ekonomi. Meningkatnya sektor informal semenjak krisis memberi indikasi kuat bahwa dari sektor inilah masyarakat mencoba bertahan terhadap krisis. Karena itu pemerintah perlu memfasilitasi berkembangnya sektor-sektor ini sebagai unit penyangga ekonomi masyarakat. Bukan sebaliknya, pemerintah tidak begitu ramah terutama terhadap sektor-sektor informal.

Kelima, gerakan loyalitas konsumen dalam negeri untuk produksi dalam negeri. Jika gerakan ini dilakukan dengan baik, maka sebenarnya sudah tersedia pasar yang cukup besar bagi seluruh hasil produksi. Misalnya hasil produksi pertanian. Sekitar 250 juta penduduk Indonesia merupakan potensi pasar yang bisa digali dalam upaya membangkitkan daya saing ekonomi rakyat. Tentu saja upaya meningkatkan daya saing produksi dalam negeri bukanlah sesuatu yang mudah. Kuncinya terletak pada komitmen pemerintah dan kita semua untuk membangkitkan rasa percaya diri dan rasa memiliki sebagai bekal menghadapi daya saing yang lebih tinggi (globalisasi).

Keenam, pengendalian modal asing serta produk impor. Ini adalah turunan dari akibat globalisasi. Dinamika perekonomian yang terbuka pada perdagangan global saat ini pada titik tertentu menghancurkan ekonomi dalam negeri. Membanjirnya produk dari negara tetangga baik yang legal maupun ilegal telah mematikan potensi ekonomi lokal yang tengah berkembang. Banyak pabrik ditutup karena tak lagi mampu bersaing dengan dinamika perekonomian global. Para kapitalis global telah mematikan perekonomian lokal karena mereka punya segalanya; modal besar, jaringan luas, lobi yang kuat, dan SDM yang mumpuni.

Ada banyak alternatif dalam mengumpulkan modal untuk menggerakkan ekonomi. Kemitraan misalnya. Dengan kemitraan, pemerintah tidak selalu mengandalkan utang luar negeri. Dengan menjalin kemitraan, secara perlahan terjadi transfer teknologi. Setelah itu, Indonesia diharapkan dapat memproduksi dan memberikan nilai tambah pada produk sendiri.

Alternatif lainnya, Indonesia bersama negara-negara ASEAN bisa mengikuti jejak negara-negara Eropa dengan Uni Eropa atau negara-negara Amerika Latin dengan Alternativa Bolivariana para la America (ALBA) untuk berintegrasi menghadapi pasar bebas. Perjanjian integrasi ekonomi ini bagus guna memiliki kekuatan dalam menghadapi serbuan sistem pasar bebas.

Apa yang Harus Dilakukan ke Depan?

Atas beberapa alasan di atas itulah, pentingnya upaya mendialogkan kembali jalan lain untuk mengurangi “jahatnya pasar (bebas) dan negara” dengan menguatkan nilai-nilai kerakyatan secara luas agar partisipasi dan kemanusiaan dapat dirayakan dengan sedikit harapan. Agar tidak paria di negara merdeka, tetapi juga tidak phobia terhadap negara dan kapitalisme. Di sinilah arti penting kehadiran Anthony Giddens, pencetus gagasan “jalan ketiga” yang mengusulkan kesetimbangan pasar-negara-rakyat ke tengah kehidupan kita. Sebab, dominasi satu/dua atas satu/dua poros lainnya biasanya menjadi jalan menuju malapetaka dan krisis yang berkepanjangan. Sejarah memberi pelajaran berharga, di mana dominasi badan publik (negara) atas rakyat dan kinerja pasar menghasilkan rezim otoritarianisme. Dominasi rakyat atas badan publik (negara) dan kinerja pasar melahirkan tribalisme dan konflik etnik yang berkepanjangan sebagaimana telah dan sedang terjadi di negara kita. Sedang, dominasi atas badan publik (negara) dan rakyat memperanakkan neoliberalisme yang menghasilkan rezim jahat tak manusiawi.[]

Penulis adalah Intelektual Muda NU; 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kit Rose

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X