Sebelum latihan, Oni merasakan pelatih satuan 707 Korea sedikit under-estimated. Akan tetapi, Doni Monardo mengatakan, bahwa pasukan yang ia bawa berada pada level 8. Pelatih Korea sempat kaget dengan statement Doni yang diucapkan dengan sangat percaya diri.
Faktanya, semua prajurit Paspampres yang berlatih di sana, bisa mengikuti semua tahapan latihan. Latihan menembak, mampu. Kesamaptaan, tidak kalah. Fisik, prima. Sejak itu, pelatih Korea mulai percaya dan respek.
Istri Hamil Tua
Hal yang tak mungkin ia lupakan seumur hidup, adalah perhatian Doni Monardo terhadap hal-hal yang sangat pribadi dan bersifat humanis.
Tersebutlah, saat berangkat ke Korea, Oni meninggalkan istri yang sedang hamil anak pertama. Usia kandungan sudah lebih 8 bulan lebih. Artinya, bisa kapan saja istrinya melahirkan.
Suatu hari Doni mendatangi Oni dan bertanya, “Oni, saya perhatikan kamu seperti ada beban. Ada apa? Bicara saja,” begitu Doni menyapa Oni. Awalnya Oni menutupi, dan menjawab semua baik-baik saja.
Untungnya Doni tidak percaya begitu saja. Setelah dicecar, barulah Oni menceritakan ihwal istrinya yang tengah hamil tua. Setelah tahu, Doni langsung meminjamkan telepon seluler, yang ketika itu masih relative langka. “Problemnya adalah tempat latihan kami sangat terpencil, sehingga harus bersusah payah mencari signal,” kenangnya.
Ia masih ingat betul pesan Doni Monardo. “Kamu harus telepon istrimu. Tenangkan dia. Lalu telepon keluarga, titipkan kepada mereka untuk ikut menjaga. Kamu harus tenang dan fokus.”
Yang tak pernah Oni bayangkan, ihwal kehamilan istrinya menjadi perhatian sehari-hari. Hampir setiap hari Doni meminjamkan telepon selulernya agar ia bisa menghubungi istri dan keluarganya di Jakarta.
Sekitar tiga minggu latihan di Korea, berhasil dilalui dengan baik. Rombongan Paspampres kembali ke Tanah Air. Tak lama setelah tiba di Indonesia, anak pertama Oni pun lahir. Komentar Doni Monardo ketika itu, “Rupanya anakmu memang menunggu kamu untuk lahir.”
Pelukan Doni
“Pak Doni terkenal keras, galak. Tapi sekeras dan segalak-galaknya pak Doni, bukan marah yang mengada-ada. Selalu ada dasar. Setelah marah, diberi tahu salahnya di mana dan bagaimana seharusnya. Beliau memberi solusi sekaligus keteladanan. Terus terang, pola kepemimpinan pak Doni yang sampai sekarang menjadi mindset saya,” katanya.
Selama berinteraksi dengan Doni Monardo, Oni mengaku tidak pernah dimarahi. Sampai suatu ketika, Oni sempat bertanya, “Kenapa komandan tidak pernah memarahi saya.” Doni tersenyum, dan menjawab, “Ya itu artinya saya tidak pernah menemukan kesalahan yang kamu perbuat.”
Banyak hal yang ia petik dari pola kepemimpinan Doni Monardo. Sama seperti halnya Wahyu Hidayat, Dan Paspampres yang berasal dari Paskhas, yang menerapkan kepemimpinan ala Doni Monardo di satuan elit TNI-AU. Oni pun demikian. Saat ia kembali ke satuan Marinir TNI-AL, ia pun mewariskan pola kepemimpinan ala Doni Monardo kepada para prajurit yang dipimpinnya.
Ia menekankan ihwal asas profesionalitas Doni Monardo, tanpa tendensi lain. Itu yang selalu Doni Monardo doktrinkan kepada pasukannya. “Tidak heran, jika personality beliau bisa diterima di semua kalangan. Beliau benar-benar professional, tanpa tendensi apa pun. Memberikan kemampuan terbaik di setiap penugasan. Itu saja,” kata Oni pula.
Artikel Terkait
Bedah Buku Karya Eggy Massadiah: Menguak Sisi Rahasia dan Jenaka Doni Monardo
Kisah Letjen Pur Doni Monardo, Pangkostrad Maruli dan Ketua Kadin Arsjad: Kolaborasi Sumur Bor di Pulau Timor
Mengapa Komut MIND ID, Doni Monardo Minta BUMN Tambang Transparan Kelola CSR, Apakah ada Masalah?