opini

Permasalahan Jiwasraya dan Industri Asuransi

Senin, 6 Januari 2020 | 08:40 WIB
IMG_20191228_165720


Di luar soal dugaan tindak pidana dalam praktek bisnis BUMN Asuransi Jiwasraya, kita sedang menyaksikan bayangan “mengancam” di dalam industri ini. Dengan total Asset Per November 2019 senilai Rp 1. 346 T, industri ini dengan segala dinamikanya juga sedang mengalami tekanan perubahan yang signifikan. Bagaimana otoritas akan bertindak dan mengatasi persoalan yang dihadapi Jiwasraya, akan mempengaruhi landscape industri asuransi kemasa datang.


Relaksasi kebijakan moneter global ( Quantitative Easing ), Tren Inverted Yield Curve ( kurva yield obligasi jangka pendek lebih tinggi dari kurva yield obligasi jangka panjang ) dan bayang- bayang resiko default hutang global yang tersembunyi memberi pengaruh kuat dalam kinerja industri asuransi global. Belum lagi pilihan-pilihan instrumen investasi didalam negeri yang sesuai dengan sifat asuransi yang masih terbatas dan tidak ditopang oleh pasar keuangan yang dalam.


Baca: Ada Apa SKKMigas Belum Merilis Resmi Lifting Migas Nasional 2019


Kendati demikian, dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan industri asuransi di indonesia mencatat tren positif. Baik Asuransi Umum maupun Asuransi Jiwa. Pertumbuhan positif ini tentu saja menjadi catatan tersendiri ditengah krisis yang menimpa Jiwasraya. Namun ditengah pertumbuhan yang positif itu, perubahan landscape perekonomian global dan domestik, juga meningkatkan tingkat kompetitif industri ini.


Jiwasraya adalah cerminan betapa kompetitifnya industri ini sekarang. Bagaimana upaya mengatasi mismatch antara kewajiban jangka pendek pada produk JS Protection Plan ( dirilis tahun 2012) dengan profile keuangan Jiwasraya berujung pada makin dalamnya perusahaan ini masuk dalam limbo insolvabilitas. Ini dilakukan sebagai upaya jangka pendek untuk mengatasi krisis yang dimulai sejak 2004. Ingat, kendati semua upaya itu dilakukan dengan bantuan skema reasuransi , sebagai satu bantalan utama industri asuransi dalam menghadapi shock, tetap saja Jiwasraya tidak keluar dari kesulitannya.


Baca: Bongkar Skema Curang Proyek Kemen PUPR


Jika otoritas hanya terkonsentrasi dalam penyelesaian isu kriminalitasnya ( yang ditangani Kejagung berkaitan dengan dugaan kerugian negara ) tanpa penyelesaian yang lebih komprehensif terhadap problem industrialnya ( sesuai dengan UU perasuransian), maka problem utama dari kesuluruhan masa depan industri ini mungkin tidak akan terjamah. Ingat, bagi otoritas, khususnya pemerintah, masih ada isu Asuransi Bumiputera yang juga memerlukan perhatian serius.


Sebagai mantan ketua Panja RUU Perasuransian, yang menghasilkan UU No 40 Tahun 2014, saya tentu berharap adanya upaya yang lebih luas dan sistematis dari otoritas untuk mengatasi dan menata ulang industri asuransi kita. Dari sudut pandang ini, maka yang sedang dihadapi oleh otoritas adalah kenyataan bahwa industri asuransi kita secara keseluruhan sedang pula mengalami tantangan yang sangat signifikan.


Baca: Subhanallah, Kitab Suci Al Quran Tak Tersentuh Lumpur Banjir di Banten


Dalah hal penyelesaian permasalan Jiwasraya. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan memiliki pilihan- pilihan yang sulit. UU No 40 Ttg Perasuransian Pasal 15, menempatkan posisi pemerintah sebagai Pengendali Jiwasraya. posisi sebagai Pengendali, “mengharuskan” pemeritah untuk memperkuat Risk Base Capital ( RBC ) Jiwasraya. Selain itu, juga memperkuat Dana Jaminan yang diperlukan untuk mengatasi kewajiban jatuh tempo Jiwasraya.


Sampai disini, muncul satu pertanyaan,seandainya Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi swasta, apakah perlakuan linient terhadap persoalan yang melilitnya akan sama?. Pertanyaan ini tentu terkait pula dengan bangunan industri asuransi secara luas. Jawabannya akan berhubungan langsung dengan soal menjaga level of playing field otoritas terhadap industri secara keseluruhan. Dalam skala yang lebih luas, ini tentu juga terkait dengan kemampuan otoritas memberi sinyal positif terhadap keampuhan dan keabsahan regulasi kita dalam mengelola sektor keuangan.


Sayangnya, ditengah situasi sulit ini, suatu lembaga penjaminan polis (sepadan dengan Lembaga Penjaminan Simpanan untuk industri Perbankan) yang diperintahkan UU No 40 tahun 2014 untuk segera dibentuk, sampai sekarang belum ada kabar beritanya. Saya dengar sudah ada upaya untuk memasukkannya kedalam Program Legislasi Nasional di DPR. Saya kira, pemerintah dan DPR dapat menggunakan momentum ini untuk segera memprioritaskan pembahasan dan penyelesaian peraturan perundang-undangannya.


Terkait dengan semua itu, di meja Menteri Keuangan hanya ada dua pilihan penyelesaian. Sekali lagi, Posisi Menteri Keuangan dalam hal ini bukanlah regulator, melainkan Pengendali, yang tugas dan kewajibannya sudah diatur sedemikian rupa di dalam Undang-Undang.


Pilihan pertamanya adalah menghentikan kegiataan usaha Jiwasraya. Pilihan Keduanya adalah melanjutkan kegiatan usaha Jiwasraya.

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB