Dalam kondisi partai yang belum sangat mapan, PKB sedikit mengalami guncangan dengan terciptanya faksi dan kubu-kubu yang membuat PKB menjadi terbelah dua. Meskipun spekulasi publik menilai bahwa itu adegan yang sengaja dibuat untuk meningkatkan popularitas PKB saja, tapi itulah PKB pada kondisi sebenarnya saat itu.
Sosok Muhaimin Iskandar muncul sebagai tokoh yang berani melawan guru bangsa yaitu Gus Dur.
Muhaimin Iskandar atau yang memiliki panggilan akrab Cak Imin, tampil pada publik sebagai politikus yang desas-desusnya adalah tokoh pemikir hebat pengganti Gus Dur. Dibesarkan dilingkungan organisasi kemahasiswaan (PMII) dan pernah menjabat sebagai ketua umum, cak Imin percaya diri dalam melakukan pertarungan politik yang membuat dirinya bertahan dan berjaya sampai hari ini memimpin PKB.
Sewindu lebih cak Imin memimpin PKB, dan pada saat ini jugalah cak Imin menemukan momentumnya untuk merebut dan mendapatkan kejayaan pada perhelatan pemilu 2019 mendatang. Cak Imin berambisi merebut kekuasaan pada tahun 2019 sebagai calon wakil presiden republik Indonesia, beliau hawatir disebut besar kepala apabila mencalonkan sebagai presiden atau mengukur bahwa lawannya nanti sangat kuat. Cak Imin digadang-gadang sebagai representasi dari golongan santri yang terjun pada ranah perjuangan politik.
Jualan santri
PKB yang dalam hal ini cak Imin, membangun komunikasi politik kepada publik dengan menjual nama santri. Wajar dilakukan, karena Islam sebagai agama mayoritas bisa ditarik-tarik dalam prosesi lingkaran jualan politik. Terlebih jumlah pondokan di Indonesia sangat banyak dan akan menjadi lahapan yang renyah untuk mengangkat popularitas dan elektabilitas bakal calon.
Ada beberapa pertanyaan muncul dan menjadi polemik dalam mengkaji komunikasi politik yang melibatkan nama santri tersebut.
Pertama, apakah yang dimaksud sebagai santri dalam klaim politiknya cak Imin adalah santri menyeluruh?
Karena ada banyak pula pondokan dan pesantren-pesantren di Indonesia ini yang justru cenderung bersebrangan dengan NU sebagai Patron identitas PKB, dan akan lebih layak memilih PKS atau PAN, sebagai objek aspirasi politiknya. Klasifikasi ini penting diamati oleh para pendukung atau loyalis PKB di daerah-daerah sebenarnya, agar mempersiapkan strategi dalam perhelatan nanti.
Kedua, jika karena urusan politis lalu cak Imin tertangkap sebagai tersangka korupsi maka santri se-nusantara lah yang akan menanggung resikonya. Meskipun asas hukum kita adalah praduga tak bersalah, dan membangun image positif terhadap hukum yang ada di Indonesia, akan tetapi kasus Setya Novanto memunculkan spekulasi publik bahwa hukum kita bisa diseret pada situasi dan kondisi politik atau biasanya Hukum yang tergantung mood politik mengarah kemana. Itu artinya akan menjadi resisten bagi santri se-nusantara apabila golongan santri, bahwasannya santri juga akan tetap di Cap sebagai koruptor. Akan ada pelemahan seperti yang para kiyai alami, bahaya!
Ketiga, apakah klaim-klaim cak Imin sebagai representasi santri adalah santri Indonesia utuh, baik yang didalam atau di luar negeri?
Tentunya cak Imin tidak bisa mengesampingkan fenomena yang terjadi ditubuh partainya sendiri, dengan hanya mampu menguasai Jawa timur dan itupun masih terbelah, ditambah lagi pernah mengalami kekalahan dikandang sendiri.
Jawa sentris rekomendasi partai PKB
Belum lagi jika digambarkan struktur politik ala PKB saat ini sangat mengesampingkan perwakilan santri-santri daerah, wajar juga apabila terbentuk opini publik bahwa PKB terkesan atau memang benar sebagai wadah Jawa sentris? Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa menteri yang masuk sebagai kompensasi dukungan dari awal terhadap Jokowi, beberapa dewan RI yang sengaja memasukan nama sebagai perwakilan daerah lain namun faktanya bukan asal daerahnya sendiri, struktur pengurus partai, dan tenaga ahlinya. Bisa menjadi tolak ukur benar atau tidaknya asumsi publik yang dibahas.
Dari beberapa fakta di atas, muncul arena diskusi apakah Cak Imin bisa untuk tidak Jawa sentris atau objektif dalam membesarkan kader-kadernya?