opini

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
Presiden Prabowo Subianto minta pejabat harus bekerja lebih cepat dan tak sekadar omon-omon. ((Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden))

KLIKANGGARAN -- Rehabilitasi Presiden Prabowo Subianto kepada eks Direktur PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, sempat menggemparkan publik nasional. Rehabilitasi menjadi polemik karena putusan vonis pejabat perusahaan pelat merah ini belum inkracht.

Tidak hanya Ira, dua pejabat ASDP, yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono juga diberikan rehabilitasi atas kasus dugaan korupsi terkait kerja sama dan akuisisi dengan PT Jembatan Nusantara (JN).

Secara prinsip, rehabilitasi adalah tindakan atau keputusan resmi dari Presiden untuk memulihkan nama baik seseorang yang sebelumnya dianggap bersalah, tercemar, atau dirugikan akibat suatu putusan, tindakan, atau proses hukum tertentu.

Baca Juga: Abah Aos Pamerkan Tongkat Merah Putih Buatan Amerika Viral di Medsos, Begini Penjelasannya

Rehabilitasi diberikan Presiden usai majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada Ira Puspadewi. Sedangkan dua bawahan Ira, yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono divonis masing-masing 4 tahun penjara.

Putusan vonis hakim ini berdasarkan dakwaan yang diajukan KPK kepada Pengadilan Tipikor. Salah satu hakim di Pengadilan Tipikor menilai kebijakan kerja sama usaha ASDP dengan PT JN mengandung unsur kelalaian.

Kebijakan direktur ASDP digolongkan sebagai kelalaian berat yang menyebabkan kerugian keuangan negara. Hakim berpandangan, Ira Puspadewi dan kawan-kawan sengaja menguntungkan PT JN hingga Rp1,25 triliun.

Namun, dua hakim lainnya memandang keputusan akuisisi dan kerja sama usaha bagian dari risiko bisnis. Artinya, keputusan Ira dan kawan-kawan bukan tindak pidana korupsi. Beda pandangan ini memunculkan dissenting opinion.

Beda pendapat atau dissenting opinion ini, menyiratkan perkara yang menjerat Ira Puspadewi dan kawan-kawan sebenarnya masih abu-abu. Ira dan kawan-kawan berpeluang besar melakukan upaya banding. Bukannya menerima pengampunan dari negara.

Di tengah situasi ini, perkara yang menjerat Ira dan kawan-kawan sampai ke telinga Presiden. Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada ketiganya. Keputusan Presiden ini diumumkan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco pada Selasa (25/11/2025) atau tepatnya lima hari setelah putusan vonis dibacakan.

Prasetyo Hadi menyebutkan, Presiden memiliki hak kewenangannya untuk memulihkan nama baik seseorang yang dinilai mengalami ketidakadilan. Di sinilah munculnya kritik publik, Sebab, dalam sistem hukum Indonesia, mekanisme rehabilitasi secara tegas telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, khususnya Pasal 97–98.

Pada dua pasal ini jelas menegaskan bahwa rehabilitasi hanya dapat diberikan oleh pengadilan, dan secara logis hanya dapat dilakukan setelah ada putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Persoalan kewenangan ini juga semakin relevan jika dikaitkan dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. UU ini menempatkan Presiden sebagai pejabat pemerintahan yang wajib memastikan setiap Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) tidak melampaui batas wewenang, serta tidak menggunakan kewenangan secara sewenang-wenang (abuse of power).

Baca Juga: Viral Momen Abah Aos Sebut 'Haram dan Dosa Besar' Doakan Palestina, Benarkah?

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB