opini

Levelling Mana Yang Diikuti? Tafawut dalam Mengambil Suatu Pendapat Mana yang Dijadikan Referensi atau Rujukan

Rabu, 14 Agustus 2024 | 09:17 WIB
Ilustrasi (Pixabay/RazorMax)

KLIKANGGARAN --Kenapa di dalam disiplin ilmu fiqih, misalnya, ada tarjih-ul-aqwal. Mana pendapat para imam yang diambil (murajjah/rajih) dan mana yang dikalahkan (marjuh). Sehingga didalam madzhab Syafi'i kita mengenal istilah shohih, ashoh, mu'tamad, dan lain sebagainya. Tentu di situ ada levelling atau pemeringkatan.

Begitu juga dalam ilmu hadits, levelisasi (levelling/pemeringkatan) terjadi di antara kitab hadits. Yang tertinggi adalah muttafaq 'alaih, lalu dibawahnya yang diriwayatkan Imam al-Bukhari, lalu yang diriwayatkan Imam Muslim, dan seterusnya.

Ada levelling, pemeringkatan, istilahnya tafawut dalam mengambil suatu pendapat mana yang diikuti dan dijadikan referensi rujukan.

Kalau seorang Grand Syaikh Al-Azhar kira-kira ada di level tertinggi dalam jaringan keilmuan Islam di Mesir. Al-marja'-ul-a'la, begitu kira-kira.

Siapa yang berani berbeda pendapat dengan sang Syaikh, hanya sedikit ulama kelas dunia di belahan dunia lain.

Kebanyakan Taslim saja dengan pendapat beliau karena otoritasnya yang sangat tinggi, bahkan dijuluki sebagai "ensiklopedi berjalan".

Lalu ternyata ada seorang kyai dari Banten yang berani membuat kritik terbuka, melalui medsos sebagaimana biasanya, menyalahkan pendapat sang Grand Syaikh. Cuma video, dan bersikap seakan banyak yang Syaikh belum tahu dan baca.

Anehnya lagi, kaum santri disini yang terbiasa dengan tradisi fiqih dan hadits diatas begitu saja ikut pendapat sang kyai tanpa melakukan komparasi dan timbangan ilmiah atasnya. Sudah sedemikian rendahkah kualitas keilmuan kalangan santri saat ini sehingga tidak bisa membedakan lagi mana qaul yang mu'tamad, rajih dan marjuh?

Kalau disandingkan sang Syaikh dan sang kyai tentu bukan apple to apple, tapi baina-s-sama' wa-s sumur bor bahkan palung Mariana. Yang nampak jadinya bukan etos ilmiah, tapi ta'asshub alias fanatik buta.

Kita tentu menghargai setiap ikhtiar ilmiah sejauh dilakukan dengan semangat dan cara yang ilmiah juga, bukan kelihatannya ilmiah namun diiringi provokasi kaum awam menjadi pengikutnya.

Artikel ini merupakan opini yang dituis oleh Jamal F. Hasyim, Ketua KODI Jakarta

DISCLAIMER: Isi opini merupakan tanggung jawab si penulis opini dan tidak menceriman sikap, kebijakan dan pandangan redaksi klikanggaran.com.

 

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB