KLIKANGGARAN -- Musyawarah Nasional (Munas) VII Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) yang digelar pada 21-23 Februari 2025 di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, telah melahirkan berbagai keputusan strategis. Salah satunya adalah penetapan Fathan Subchi sebagai Ketua Umum terpilih dengan raihan 188 dari 198 suara sah.
Namun, apa yang seharusnya menjadi momen konsolidasi organisasi justru berubah menjadi polemik panjang ketika hasil sidang pleno terakhir dinyatakan tidak sah oleh panitia dan Ketua Umum periode sebelumnya. Alhasil, rencana Munas lanjutan pun digulirkan, khusus untuk pemilihan Ketua Umum dan formatur kepengurusan 2025-2030.
Pertanyaannya sederhana: apakah rencana Munas IKA PMII lanjutan ini benar-benar demi kebaikan organisasi, atau justru hanya sekadar upaya memenuhi hasrat politik segelintir pihak?
Mengutamakan Mekanisme atau Solidaritas?
Alasan utama yang dijadikan dasar penyelenggaraan Munas lanjutan adalah pelanggaran mekanisme persidangan. Menurut mereka, pembukaan sidang pleno terakhir seharusnya dilakukan oleh pimpinan sidang pleno IV, bukan oleh orang lain.
Namun, jika kita melihat substansi masalah, argumen ini terlihat lemah. Dalam sebuah forum organisasi, peserta sidanglah yang memiliki kedaulatan tertinggi, sementara pimpinan sidang hanyalah fasilitator.
Baca Juga: Andi Jamaro Dulung: Terpilihnya Fathan Subchi dalam Munas VII IKA PMII adalah Sah
Apalagi, insiden yang terjadi saat Munas lalu menunjukkan bahwa masalah muncul bukan karena prosedur tetapi karena absennya pimpinan sidang pleno IV yang meninggalkan arena sidang.
Bahkan, situasi semakin rumit dengan adanya instruksi penghentian sidang secara arogan oleh Ketua Umum periode sebelumnya dan insiden pemadaman listrik di arena sidang.
Jika kita merujuk pada prinsip-prinsip demokrasi organisasi, maka keputusan yang diambil dalam forum resmi harus dihormati. Tidak ada alasan untuk mengabaikan hasil sidang pleno hanya karena alasan mekanisme yang dipaksakan.
Lagipula, IKA PMII adalah wadah silaturahim dan persaudaraan, bukan medan pertempuran politik. Pendekatan yang lebih arif dan bijaksana mestinya menjadi prioritas, bukan kepatuhan buta terhadap mekanisme yang justru menciptakan perpecahan.
Pernyataan sejumlah tokoh IKA PMII terkait keputusan yang diambil di luar forum resmi pasca-skorsing sidang pleno adalah mengada ada dan tidak sesuai fakta dilapangan.
IKA PMII adalah wadah silaturahim dan persaudaraan maka pendekatan harus lebih Arif dan bijaksana, tidak melulu harus sesuai 'mekanisme', tapi mekanisme yang dibangun sesuai untuk kelompok sendiri dan bukan untuk kebersamaan.
Artikel Terkait
Munas VII IKA PMII: Desakan Regenerasi Menguat, Suara Kader Kian Lantang
Tantangan Zaman dan Kepemimpinan Baru: Munas VII IKA PMII Jadi Titik Balik
IKA PMII: Regenerasi atau Stagnasi? Munas VII Jadi Penentu
Fathan Subchi Terpilih sebagai Ketua Umum IKA PMII dalam Munas VII di Jakarta
Drama Pemilihan Ketum PB IKA PMII: Saatnya Alumni PMII Bergerak dan Saling Menguatkan
Betulkah Ada Itikad Jahat dalam Munas?: Peserta Munas VII IKA PMII Gagalkan Upaya “Sabotase” Sidang Pemilihan Ketua Umum
Drama Gelap di Munas VII IKA PMII: Upaya Sabotase, Mikrofon Terbang, dan Kemenangan Demokrasi di Bawah Cahaya Ponsel