Pentingnya Metode Scaffolding Dalam Pendampingan Belajar

photo author
- Senin, 9 Desember 2024 | 16:56 WIB
Pentingnya Metode Scaffolding Dalam Pendampingan Belajar (Dok. Istimewa)
Pentingnya Metode Scaffolding Dalam Pendampingan Belajar (Dok. Istimewa)

KLIKANGGARAN -- Pembelajaran adalah proses atau upaya manusia untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Pembelajaran pasti melibatkan banyak hal, seperti guru dan siswa. Guru bertindak sebagai fasilitator (pembelajaran abad ke-21), memberikan wadah atau ruang untuk peserta didiknya berkembang baik secara kognitif maupun non-kognitif. Siswa bertindak sebagai subjek pembelajaran (peran siswa dalam pembelajaran abad ke-21), Ini sejalan dengan Herdin Muhtarom et al., yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses di mana seseorang memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap optimis (Herdin Muhtarom, 2020, hlm. 30).

Oleh karena itu, proses pembelajaran ini secara tidak langsung bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa, penguasaan keterampilan mereka, meningkatkan pengetahuan mereka, dan menumbuhkan sikap pendidik yang diinginkan pada peserta didiknya.(Nurdin & Widiadi, 2024).

Scaffolding merupakan pendekatan yang merujuk pada pemberian bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dan mengurangi frekuensi bantuan tersebut secara berkala. Pada konsep Zone Of Proximal Development (ZPD) dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran Pancasila, merupakan area di mana siswa dapat mencapai sesuatu dengan bantuan orang lain atau dengan usaha mereka sendiri, yang dalam hal ini adalah memahami materi pembelajaran Pendidikan Pancasila, Dalam pendekatan ini, guru berfungsi sebagai fasilitator dan membantu siswa dengan memberikan sarana atau wadah untuk mendukung proses belajar mereka, seperti scaffolding.

Scaffolding, menurut definisi Gasong (2007), adalah sebuah metode pembelajaran di mana siswa diberi bantuan untuk menyelesaikan tugas-tugas pelajaran dan kemudian secara bertahap mengurangi bantuan tersebut untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kemandirian siswa (Wati, 2020, hal. 72). Metode ini memiliki hubungan langsung dengan peran guru saat ini dalam pembelajaran dewasa, yaitu membantu siswa. Mendampingi berarti membantu siswa menyelesaikan tugas pembelajaran dan dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa yang dihadapi oleh guru. Jadi, dalam pembelajaranpendidikan pancasila, pendekatan ini mengharapkan guru membantu siswa memahami peristiwapendidikan pancasila dengan berbagai cara yang mudah dipahami siswa. Selain itu, sebagai pendidik, guru juga mampu, memunculkan nilai-nilai yang relevan dari peristiwapendidikan pancasila, yang membuat pembelajaranpendidikan pancasila lebih relevan dan relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Metode Scaffolding didasarkan pada konsep Zone Of Proximal Development (ZPD), yang merujuk pada konsep perkembangan peserta didik menurut Vygotsky dalam Ratnawati Mamin dengan jurnalnya, konsep Vygotsky mencakup setidaknya dua perkembangan kemampuan siswa, yaitu perkembangan kemampuan aktual dan potensial (Mamin, 2008, hal. 56). Kedua konsep ini bergantung pada kemampuan siswa untuk dapat bekerja sendiri dengan adanya bimbingan dan arahan dari orang dewasa. Karena itu, guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang tingkat kemampuan siswa dalam memahami materi dan aktivitas pembelajaran yang diberikan, serta cara menyelesaikan masalah belajar.(Nurdin & Widiadi, 2024).

Sedangkan Zone of proximal development (ZPD) adalah jarak antara kemampuan siswa untuk menyelesaikan tugas dengan bimbingan orang dewasa dan memecahkan masalah secara mandiri sesuai kemampuan mereka sendiri. Batasan terbawah dari ZPD adalah tingkat ketrampilan yang dapat dicapai oleh siswa dengan bantuan instruktur, dan batasan tertinggi adalah tingkat ketrampilan yang dapat dicapai oleh siswa dengan belajar sendiri.(Sari, 2018). Annie Susany menyatakan bahwa ZPD adalah gagasan yang memandang bahwa potensi perkembangan kognitif seseorang terbatas pada suatu waktu tertentu saja, dan bahwa kegiatan interpersonal seperti berbicara atau berkumpul kemudian diinternalisasi dan dilakukan oleh individu sendiri, menurut Wretsch.(Sari, 2018)(Sari, 2018). Berdasarkan undang-undang, Alinea IV Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa Pancasila adalah prinsip dasar atau inti dari negara kesatuan Republik Indonesia. Pancasila, sebagai dasar negara, mengatur seluruh kehidupan Indonesia, termasuk segala sesuatu yang berkaitan dengan Ketatanegaraan negara kesatuan Republik Indonesia harus diterapkan sesuai dengan nilai Pancasila.

Salah satu cara untuk menanamkan pentingnya Pancasila adalah dengan memberikan pendidikan Pancasila kepada anak-anak. Tujuan pendidikan Pancasila adalah untuk membentuk warga negara yang baik, memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara, cinta tanah air, dan nasionalisme Indonesia. Anak-anak dapat diajarkan mulai dari tingkat SD, SMP,SMA/SMK sederajat bahkan pada tingkat perguruan tinggi.(Akhyar & Dewi, 2022).

Penerapan metode scaffolding pada zone of proximal development (ZPD) dalam meningkatkan hasil belajar siswa mulai dari tingkat SD, SMP,SMA/SMK sederajat bahkan pada tingkat perguruan tinggi.bertujuan untuk memaksimalkan belajar siswa adalah hasil akademik yang dicapai siswa melalui tugas dan ujian serta keaktifan bertanya dan menjawab pertanyaan yang mendukung hasil belajar siswa.

Hasil belajar siswa adalah hasil akademik yang dicapai siswa melalui tugas dan ujian, serta keaktifan bertanya dan menjawab pertanyaan yang mendukung hasil belajar mereka. Akademisi sering berpikir bahwa prestasi akademik tidak ditentukan oleh nilai yang dicatat dalam raport atau ijasah siswa. Sebaliknya, prestasi dalam bidang kognitif dapat diukur melalui hasil belajar siswa. “Daya serap siswa dan perilaku yang tampak pada siswa. Hasil belajar yang dimaksudkan adalah pencapaian prestasi belajar yang dicapai siswa dengan kriteria, atau nilai yang telah ditetapkan,” kata Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain dalam Supardi (2013).

Nana Sudjana mengatakan bahwa ranah kognitif mencakup hasil belajar intelektual dan terdiri dari enam komponen: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Area ini lebih menekankan pada kemampuan untuk berpikir rasional dan logis. Menurut Suprijono dalam Thobroni (2016:20), nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan pola-pola perbuatan adalah hasil belajar. Siswa akan memiliki kemampuan untuk bersaing dalam berbagai aktivitas masyarakat berdasarkan pengetahuan yang mereka peroleh dari pendidikan. Dalam dunia saat ini yang kompetitif, sumber daya manusia yang berkualitas, atau SDM yang terampil, sangat penting.

Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang dinyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional (Undang-undang Sisdiknas), yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk menjadi manusia. yang beriman dan bartakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa. (Dakhi. A.S, 2020). Metode scaffolding adalah pendekatan dalam pendidikan yang bertujuan untuk mendukung siswa selama proses belajar dengan memberikan bantuan atau "dukungan" yang kemudian dikurangi secara bertahap seiring meningkatnya pemahaman dan kemandirian siswa. Konsep ini berasal dari teori Zone of Proximal Development (ZPD) yang dikemukakan oleh Lev Vygotsky, yang mengemukakan bahwa siswa dapat mencapai tingkat pemahaman atau keterampilan yang lebih tinggi dengan bantuan dari orang lain yang lebih ahli.

Berikut beberapa alasan pentingnya metode scaffolding dalam pendampingan belajar:
1. Meningkatkan Kemandirian Belajar
Metode scaffolding secara bertahap mengurangi bantuan atau dukungan yang diberikan kepada siswa sesuai dengan peningkatan kemampuan mereka. Pada awalnya, siswa mungkin membutuhkan banyak bantuan, seperti penjelasan detail atau contoh yang jelas, namun seiring waktu, bantuan ini akan berkurang. Tujuan akhirnya adalah membuat siswa bisa mengerjakan tugas atau memahami konsep secara mandiri tanpa bantuan eksternal. Proses ini memupuk kemandirian belajar pada siswa, yang sangat penting agar mereka mampu belajar dan memahami secara otodidak di kemudian hari.

2. Meningkatkan Pemahaman Konsep yang Lebih Mendalam
Melalui scaffolding, guru atau pendamping mengajarkan siswa dengan langkah-langkah yang mudah dipahami dan berurutan. Ini menciptakan “jembatan” yang menghubungkan antara pemahaman awal siswa dengan tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Misalnya, pada pembelajaran konsep matematika yang kompleks, guru dapat memulai dengan konsep dasar terlebih dahulu, lalu bertahap menambahkan informasi baru dan lebih rumit. Dengan cara ini, siswa mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dan menyeluruh terhadap topik yang dipelajari, daripada sekadar menghafal atau memahami permukaannya saja.

3. Mendukung Pembelajaran yang Disesuaikan dengan Kebutuhan Siswa
Setiap siswa memiliki zona perkembangan yang berbeda-beda, yaitu tingkat kemampuan yang dapat dicapai dengan bantuan (disebut Zone of Proximal Development, atau ZPD). Scaffolding memungkinkan guru untuk memberikan bantuan sesuai dengan ZPD setiap siswa. Misalnya, siswa yang mengalami kesulitan bisa mendapatkan bantuan lebih banyak pada awalnya, sementara siswa yang lebih mampu akan didorong untuk menyelesaikan lebih banyak bagian secara mandiri. Hal ini membuat pembelajaran lebih personal dan efektif karena mendukung perkembangan siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ratih Sugianti

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X