KPK Tunggu Audit BPK untuk Pastikan Kerugian Negara dalam Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji 2023-2024 yang Ditaksir Capai Rp1 Triliun

photo author
- Kamis, 2 Oktober 2025 | 15:34 WIB
KPK menyebut kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji masih belum final.  ((kabarpolisi.com))
KPK menyebut kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji masih belum final. ((kabarpolisi.com))

(KLIKANGGARAN) - Kasus dugaan korupsi kuota haji kembali menjadi sorotan publik. Selain nilai kerugian negara yang ditaksir besar, penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dinanti masyarakat.

KPK menyebutkan, kerugian negara akibat dugaan penyimpangan pembagian kuota haji tambahan tahun 2023-2024 diperkirakan mencapai Rp1 triliun. Namun, angka ini masih bersifat sementara.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa hasil final baru bisa diketahui setelah adanya audit resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Baca Juga: Bangunan Ponpes Al Khoziny Ambruk, 5 Santri Meninggal: Kisah Kakak Selamat Usai Berusaha Tolong Adiknya dari Reruntuhan

“Terkait dengan jumlah kerugian ini belum final waktu itu. Hanya penghitungan kasar,” ujar Asep dalam keterangan resmi, Kamis 2 Oktober 2025.

Menurut Asep, koordinasi dengan BPK terus dilakukan untuk memastikan hitungan kerugian negara lebih akurat. Hasil audit tersebut juga akan menjadi dasar penting sebelum KPK mengumumkan tersangka.

“Jadi nanti untuk pastinya, tentunya pada saat nanti dilakukan upaya paksa penahanan biasanya sudah selesai perhitungan kerugian keuangan negaranya,” kata Asep.

Awal Mula Kuota Tambahan

Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Cucu Jadi Korban Keracunan MBG: Satu Kelas 8 Anak Muntah, Ingatkan Program Ini Soal Nyawa Bukan Sekadar Angka

Kasus ini bermula dari kebijakan Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, yang menetapkan kuota haji tambahan 20.000 orang. Berdasarkan Kepmenag RI Nomor 130 Tahun 2024, kuota tersebut dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Namun, skema tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam aturan itu, tambahan kuota seharusnya diberikan 92 persen kepada jemaah reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.

Praktiknya justru terjadi pergeseran besar kuota ke jemaah haji khusus. Padahal, tambahan dari pemerintah Arab Saudi dimaksudkan untuk mempercepat antrean panjang jemaah reguler.

Baca Juga: Inilah Cara Pemerintah Tutup Celah Distribusi MBG, dari Insentif Rp100 Ribu untuk Guru hingga Peran Kader Posyandu

Dugaan Lobi dan Suap

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Muslikhin

Sumber: Liputan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X