Kami pun mengobrol ke sana kemari. Chatrine mendominasi pembicaraan karena mungkin banyak cerita yang dia sampaikan ketika dia di Amerika. Chatrine memang mencintai Amerika.
Sejak kecil dia sering ke Amerika karena ibunya berasal dari Amerika sedangkan ayahnya berasal dari Indonesia. Chatrine selalu menggunakan Bahasa Inggris.
Sedih juga sih, padahal sebelumnya Bahasa Indonesia sudah mulai dia kuasai. Mungkin dia lupa lagi atau memang sudah tak nyaman dengan Bahasa Indonesia
“Ren, tomorrow I want go to somewhere!” kata Chatrine padaku yang sedang sibuk membongkar oleh-oleh yang dibawanya.
Baca Juga: Czech Open 2021: Putri KW Juara Tunggal Putri, Kemengan untuk Hadiah Ulang Tahun Sang Ayah
“Eh, Rine kamu ingat gak?” tanyaku yang tiba-tiba mengingat sesuatu.
“About what?”
“Itu loh, dulu kan kita sering ke museum. Nah ada beberapa museum yang belum kita kunjungi di Jakarta ini!”
“Okay but…!”
“Udah lah. Besok kita pergi pokoknya!”
“Kenapa sih kamu selalu pakai Bahasa Inggris? Kan kamu sedang di Indonesia. Besok ketika kita pergi ke museum, aku mau kamu pakai Bahasa Indonesia!”
“Okay!” Chatrine menjawab dengan malasnya.
Aku tahu dia pasti tidak nyaman dengan permintaan aku. Namun aku biasakan dia untuk menghormati negara yang sedang dia tinggali. Aku selalu ingat perkataan ibuku bahwa “dimana bumu dipijak disitu langit dijunjung” bahwa di mana pun kita berada kita harus ikuti budaya dan aturan yang ada.
Keesokan harinya Chatrine menjemputku. Kami hanya berangkat berdua saja diantar oleh supirnya Chatrine.
Baca Juga: Kopi Turki, Bisa Dipakai untuk Meramal Lho