KLIKANGGARAN -- Apa kalian pernah membaca novel RE : dan peRempuan karya dari Maman Suherman?
Ya, novel karya Maman Suherman ini cocok untuk kalanggan pembaca remaja dan dewasa, karena novel ini terdapat unsur-unsur yang bisa dibilang hanya cocok dipahami mulai dari rate usia 18 tahun keatas atau kalangan yang sudah bisa terbilang pemahami isi konteks novel ini.
Apalagi novel RE dan peRempuan Karya Maman Suherman ini sangat mendomisilikan isu pemerasan dan penindasan dalam dunia prostitusi. Khususnya ketidakadilan gender yang mencolok dalam novel ini
Sebelum menganalisis unsur feminisme kesetaraan gender novel Karya Maman Suherman ini, mari kita simak dulu bagaimana isi cerita di dalamnya.
Cerita ini bermula Ketika Re sendiri lahir tanpa mengetahui siapa ayahnya. Di usia 10 tahun, ibunya yang sangat dicintainya meninggal dunia.
Kehidupannya semakin rumit Ketika Re hamil di luar pernikahan ketika masih bersekolah di SMA. Bingung dan takut, sehingga akhirnya Re memutuskan melarikan diri ke Jakarta, mencari kehidupan yang baru.
Dengan menggunakan teori Andrea Dworkin kita akan menelisik feminisme radikal dalam konteks prostitusi ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel ‘RE : dan peRempuan’ karya Maman Suherman.
Terlepas dari kehidupannya yang sudah tidak terarah dan melarikan diri pergi ke Jakarta untuk menyambung hidup barunya, tetapi tidak semudah yang dibayangkan Re, kehidupannya kini harus dihadapi dengan ketidakadilan yang jalankannya dengan keterpaksaan dan menjadi pelayan nafsu syahwat laki-laki hidung belang dalam dunia prostitusi
Berikut bukti kutipannya :
Di mataku gadis Sunda itu Paduan Paramitha Rusady dan Desy Ratnasari. Tapi, kenapa ia harus bernasib buruk, menjadi pelayan nafsu syahwat orang-orang yang tak dikenalnya. Padahal, dengan paras cantik dan tubuh molek semampai seperti itu, pantasnya ia jadi model atau Bintang film. ( Re : dan peRempuan, Maman Suherman, Hal 73 )
Dalam novel ini kita tahu bagaimana ketidakadilan Gender bagi kaum Perempuan masih dirasakan, apalagi kehadiran patriarki yang memandang Perempuan sebagau kaum yang rendah dibanding laki-laki.
Novel ini juga kaya akan Pelajaran hidup, pesan moral bagi Perempuan agar selalu berpikir jauh sebelum melakukan suatu tindakan yang dapat merugikan dirinya sendiri.
Penulis : Eli Safitri ( Mahasiswa Universitas Pamulang )
Artikel Terkait
Bikin Kejutan di Hari Kartini, KAI Daop 5 Purwokerto Berikan Apresiasi kepada Pelanggan Wanita
Warga Cilacap Ditemukan Tewas di Rumah Indekos, Apa Penyebab Kematiannya?
Indonesia Lolos ke Perempat Final Piala Asia U-23, Begini Pernyataan Shin Tae Yong
Inilah Sosok Wilda Nurfadhilah, Pemain Bola Voli Berhijab Berhasil Sita Perhatian Pelatih Red Sparks Ko Hee Jin
Sinopsis Queen of Tears Episode 14: Perpisahan Hae In dan Hyun Woo yang Sangat Menyakitkan
Inilah Sosok Dio Novandra Wibawa, Pacar Megawati Hangestri Viral di Media Sosial, Siapa Sebenarnya?
Psikologi Kolektif Carl Gustav Jung dalam Novel Teluk Alaska Karya Eka Aryani
Feminisme dan Teori Marxis: Memahami Perjuangan Suri dalam Cerpen ‘Suri dan Rumah untuk Pulang’ Karya Esty Pratiwi Lubarman
Pembebasan Mak Ipah dan Bunga-bunga: Sebuah Analisis Feminis-Marxis terhadap Cerpen Klasik
Feminisme Liberal Dalam Novel Savage karya Diahayu Sn