Program ini akan dimulai pada 17 Agustus 2020 - 31 Desember 2020 dengan skema berupa uang dengan nilai bantuan Rp2,4 juta per-Pelaku Usaha Mikro yang dibayarkan satu kali melalui bank penyalur.
Teten menambahkan sumber data yang akan digunakan terutama dari Dinas Koperasi dan UKM, Koperasi yang telah disahkan badan hukumnya, OJK, Himbara, Perusahaan Pembiayaan Pemerintah (BUMN), dan BLU.
"Saat ini, terkumpul 17,23 juta pelaku usaha mikro yang bersumber dari kementerian/lembaga, Dinas Koperasi dan UKM selindo, Koperasi, LKM, himbara (BRI dan BNI, BUMN (PNM dan PT. PEGADAIAN) dan lainnya, selanjutnya dilakukan validasi di Kementerian Koperasi dan UKM," ujarnya.
Bantuan ini akan melengkapi insentif yang sebelumnya sudah diberikan oleh pemerintah untuk UMKM yang mendapatkan pembiayaan perbankan (subsidi bunga, insentif pajak UMKM, penjaminan kredit modal kerja baru untuk UMKM, serta penempatan dana di bank umum).
Masalah pendataan, diakui Sri Mulyani menjadi salah satu tantangan pemerintah dalam memberikan stimulus. Pasalnya seringkali kementerian/lembaga tidak selalu memperbaharui datanya.
Sementara, pemerintah ingin berhati-hati dalam menggelontorkan anggaran, agar tidak salah sasaran, sebab nantinya semua anggaran yang digelontorkan pemerintah akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Persoalannya bukan hanya sekedar menyebar uang, tapi juga harus akuntabel, tapi secepat dan setepat mungkin [pencairannya]," tuturnya.
Sri Mulyani menyesalkan data-data masyarakat yang kini sudah memiliki KTP elektronik, tapi datanya sampai saat ini masih belum bisa digunakan pemerintah dalam mendata masyarakat.
"KTP elektronik jadi sangat urgent dan dengan ada sistem ini harusnya bisa memudahkan pendataan masyarakat, sehingga bisa dikombinasi dengan kehandalan dari sistem data tersebut," ujar Sri Mulyani dalam webinar betajuk Gotong-royong #JagaUMKMIndonesia, Selasa (11/8/2020).
"Kalau masyarakat mendengar akan ada dana bantuan pasti merasa 'saya harus dapat' dan pemerintah akan melakukan beberapa cleansing data tersebut seakurat mungkin karena pada akhirnya dana ini akan di audit seperti di BPK," kata dia melanjutkan.
Belanja Produk Dalam Negeri
Pemerintah terus mendorong kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah untuk memprioritaskan belanja anggarannya kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), terutama untuk barang-barang produksi dalam negeri.
Kepala LKPP Roni Dwi Susanto mengatakan pembelian barang-barang ini di ditargetkan hingga nilai kisaran Rp 50 juta-Rp 200 juta.
"Menteri, kepala lembaga dorong pembelian di bawah Rp 200 juta di bawah Rp 50 juta dengan aplikasi dan usahakan gunakan produk dalam negeri. Itu sasarannya," kata Roni dalam konferensi pers virtual, Senin (17/8/2020).
Dia menyebutkan bahwa saat ini pengadaan untuk kementerian dan lembaga di bawah Rp 2,5 miliar sudah menggunakan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Saat ini LKPP sudah melibatkan UMKM dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah.