Ketidaktertiban pelaporan dan pertanggungjawaban penerima hibah menjadi temuan berulang 3 tahun berturut-turut di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, yaitu:
1) LHP BPK Nomor 38.A/LHP/XVIII.PLG/05/2017 dengan temuan Pengelolaan Belanja Hibah Kepada Perorangan Tidak Sesuai Ketentuan;
2) LHP BPK Nomor 35.A/LHP/XVIII.PLG/05/2018 dengan temuan Belanja Hibah Belum Dipertanggungjawabkan oleh Penerima Hibah Sebesar Rp3.362.622.000,00 dan Tidak Sesuai Ketentuan Sebesar Rp86.852.000,00; dan
3) LHP BPK Nomor 28.A/LHP/XVIII.PLG/05/2019 dengan temuan Laporan Pertanggungjawaban Dana Hibah Belum Tertib dan dalam LHP BPK Nomor 28.B/LHP/XVIII.PLG/05/2019 terdapat temuan Sisa penggunaan Dana Hibah Belum Disetor ke Kas Daerah Sebesar Rp78.440.000,00 dan Tidak Sesuai dengan Tujuan Sebesar Rp10.000.000,00;
Berdasarkan LHP BPK tersebut, sebab terjadinya kondisi ketidaktertiban pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah adalah ketidakcermatan Kepala BPKAD selaku PPKD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
"Hasil analisa atas tugas pokok dan fungsi BPKAD selaku PPKD menunjukkan BPKAD selaku PPKD baru sebatas melakukan monitoring atas LPJ penggunaan dana hibah, namun belum melakukan evaluasi atas penerima hibah yang belum memberikan LPJ penggunaan dana hibah."
"Hasil monitoring dan evaluasi secara tertulis belum pernah dibuat dan disampaikan kepada Bupati dengan tembusan kepada Inspektorat Kabupaten Muratara oleh Kepala BPKAD selaku PPKD. Kondisi tetsebut mengakibatkan pemborosan keuangan daerah sebesar Rp11.926,820,000,00," tutup BPK.