Menguak Dana Penanganan Corona Yang Bikin Macet

photo author
- Rabu, 8 Juli 2020 | 13:54 WIB
IMG_20200708_132308
IMG_20200708_132308


Jakarta, KlikAnggaran.com —  Lambannya penyaluran anggaran penanganan corona sempat memantik kemarahan Jokowi. Percepatan penyaluran perlu segera dilakukan.


Realisasi penyaluran dana penanganan virus corona (covid-19) terbilang masih seret. Data Kementerian Keuangan mencatat realisasi penyaluran anggaran masih di bawah 50 persen, bahkan ada yang belum direalisasikan.


Rinciannya, penyaluran di sektor kesehatan baru 4,68 persen dari total anggaran Rp87,75 triliun hingga awal Juli lalu. Lebih lanjut, dana perlindungan sosial baru terealisasi 34,06 persen dari total anggaran Rp203,90 triliun, sektoral dan pemerintah daerah (pemda) baru 4,01 persen dari Rp106,11 triliun, serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) 22,74 persen dari Rp123,46 triliun.


Kemudian, insentif usaha baru tercapai 15 persen dari total anggaran senilai Rp120,61 triliun, sedangkan pembiayaan korporasi belum terealisasi sama sekali dari anggaran yang disiapkan Rp53,57 triliun.


Minimnya realisasi tersebut, sempat menyulut amarah Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada 18 Juni lalu. Suara Jokowi terdengar meninggi dan ia beberapa kali menyebut bakal mengambil langkah yang luar biasa keras untuk menghadapi Covid-19.


Jokowi juga membuka kemungkinan membubarkan lembaga hingga reshuffle jika tak ada upaya maksimal dari para menteri dalam penanganan Covid-19.


"Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle, sudah kepikiran kemana-mana saya. Entah buat Perpu yang lebih penting lagi, kalau memang diperlukan," kata Jokowi dalam sebuah video yang diunggah melalui kanal Youtube sekretariat Presiden, Minggu (28/6).


Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai kendala distribusi dana penanganan covid-19 yakni kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Sejatinya, kendala tersebut merupakan masalah klasik yang memang kerap dikeluhkan kepala negara sejak sebelum pandemi.


Kurangnya harmonisasi antara pusat dan daerah menimbulkan kendala pada sejumlah hal, salah satunya data. Sementara itu, akurasi data merupakan kunci utama dalam penyaluran dana penanganan Covid-19 kepada masyarakat.


"Misalnya, bantuan sosial (bansos) itu sangat tergantung salah satunya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Seharusnya, DTKS ini diisi oleh pemerintah daerah, namun dilihat dari laporannya belum semuanya mengisi DTKS ini dengan baik, masih banyak data yang bolong sehingga ketika pemerintah pusat mau menyalurkan bansos ini terhambat," paparnya, Selasa (7/7).


Ia sepakat dengan sikap Jokowi untuk menggenjot penyaluran dana penanganan covid-19. Pasalnya, stimulus itu merupakan senjata utama Indonesia terbebas dari resesi ekonomi.


"Semakin lama penyaluran dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), maka potensi kena resesi semakin besar," ucapnya.


Sebagai gambaran, dana penanganan covid-19 termasuk di dalamnya anggaran PEN yang disiapkan pemerintah sebesar Rp695,2 triliun. Pemerintah tercatat beberapa kali merevisi ke atas alokasinya, dari semula Rp405,1 triliun pada Maret kemudian bertambah menjadi Rp677,2 triliun pada awal Juni.


Lalu, dana penanganan covid-19 ditambahkan lagi menjadi Rp686,2 triliun, sebelum akhirnya menjadi Rp695,2 triliun. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku angka masih terus bergerak sesuai dengan perkembangan di lapangan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Nisa Muslimah

Tags

Rekomendasi

Terkini

X