Jakarta, Klikanggaran.com (26-04-2019) - Realisasi pendapatan Kabupaten Musi Rawas TA 2017 adalah sebesar Rp1.549.566.489.528,82 atau 95,33% dari total anggaran sebesar Rp1.625.481.874.130,09. Realisasi pendapatan Daerah TA 2017 sebesar Rp1.549.566.489.528,82 ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp151.594.082.635,49, Pendapatan Transfer Rp1.395.056.388.133,33 dan lain-lain Pendapatan yang Sah Rp2.916.018.760,00.
Nampak jelas sekali, Pemda Musi Rawas masih bergantung pada pemerintah pusat (seakan menyusu APBN). Pasalnya PAD yang minim tidak mencukupi realisasi beban belanja, sehingga sangat bergantung terhadap pemerintah pusat.
Berdasarkan Analisis Klikanggaran.com, tingginya ketergantungan anggaran pemerintah daerah (Pemda) kepada pemerintah pusat melalui mekanisme transfer dana ke daerah. Transfer dana dari pusat ke daerah meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Fisik (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana penyesuaian, serta bantuan dari provinsi dan pemda lainnya. Sehingga Musi Rawas masih sangat tergantung kepada transfer ke daerah.
Ketergantungan APBD tingkat Kabupaten Musi Rawas terhadap suntikan pemerintah pusat lebih tinggi daripada PAD. Ini membuat ketergantungan terhadap anggaran pemerintah pusat tak lepas dari minimnya raupan PAD.
Hal ini menggambarkan, jelas sekali terjadi ketimpangan (ketergantungan) Pemda Musi Rawas kepada pemerintah pusat. Dari sisi belanja, anggaran daerah juga masih didominasi untuk belanja pegawai sebesar Rp511.966.246.371,00 yang jumlahnya melebihi PAD Musi Rawas senilai Rp151.594.082.635,49.
Untuk diketahui, Pemda Musi Rawas dinilai terlalu banyak program sehingga mengkhawatirkan rancangan anggaran daerah yang dibebani oleh ratusan program. Padahal, tujuan dari ratusan program untuk membuat masyarakat makmur dan adil, namun dalam faktanya tidak demikian.
Persoalan yang mengimpit Pemda Musi Rawas selama ini adalah ketidakmandirian dalam membiayai pembangunan. Mereka masih mengandalkan dana transfer ke daerah dan Dana Desa. Akibatnya, daerah susah berkreasi, apalagi banyak kepala dinas yang tidak kreatif. Ironisnya, tradisi kejar tayang (menggenjot belanja pada pengujung tahun) masih dipertahankan. Sehingga APBD tidak dikelola secara hati-hati (prudent) dan tidak terkelola dengan baik (manageable). Alih-alih menggunakan APBD untuk belanja modal dan barang.