Dalam diskusinya Taufik juga memaparkan, bahwa besarnya proporsi yang digunakan untuk belanja pegawai, juga harus berbanding lurus dengan kinerja dari para pegawai tersebut. Sebab kepercayaan publik terhadap birokrasi di daerah bahkan terus merosot tajam karena kebijakan yang mereka ambil tanpa keberpihakan terhadap masyarakat.
“Mengenai kebijakan dan APBD sama halnya, antara prestasi dan Pemborosan," ujar mantan Kepala Ombusdmen RI Provinsi Jambi ini.
"Ya, cobalah menyusun APBD dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, jangan hanya pergi study banding, tapi tidak sejalan dengan hasil. Perimbangan keuangan dari sisi pemanfaatan tujuan juga harus dilihat,” lanjutnya.
“Contohnya, skala prioritas pembangunan apa yang dibutuhkan masyarakat? Seperti peningkatan sarana pendidikan dan kwalitas para pendidik/pengajar, serta untuk kesehatan masyarakat, terutama di desa-desa dan tenaga medis. Jangan sampai antara anggaran pembangunan lebih kecil daripada anggaran belanja pegawai. Jangan hanya sekedar menerapkan desentralisasi fiskal, perlu diingatakan juga pos anggaran belanja harus ada juga keberpihakan terhadap masyarakat,” tutup Taufik, yang juga Staff Lawyers Kongres Advokasi Indonesia (LKAI).