KLIKANGGARAN – Untuk diketahui, Pupuk Kaltim (PT Pupuk Kalimantan Timur/ PKT) melakukan kegiatan pemeliharaan berat atau disebut juga turn arround (TA).
Kegiatan pemeliharaan berat (TA) Pupuk Kaltim ini rata-rata dilakukan setiap 24 buIan pada pabrik yang dimilikinya. Tujuannya adalah untuk memastikan pabrik tersebut dapat beroperasi secara berkelanjutan.
Selama tahun 2019 s.d semester I tahun 2020 terdapat pekerjaan pemeliharaan berat (TA) Pupuk Kaltim yang dilakukan pada empat pabrik. Antara lain Kaltim 5, Kaltim 2, Kaltim 3, dan Kaltim 1A.
Berdasarkan pengujian atas komponen biaya pada kegiatan TA Pupuk Kaltim yang dilaksanakan selama tahun 2019 sampai dengan bulan Juni tahun 2020, diketahui bahwa biaya gas bumi dan utillitas dibiayakan pada cost center pabrik terkait dan tidak dimasukkan ke dalam Laporan COR.
Baca Juga: 2021 Empat Ruas Tol Sudah Dijual, Hingga 2025 Waskita Akan Kembali Lepas Sejumlah Ruas Tol
Hal ini berdampak biaya gas bumi dan utilitas tidak dapat dikapitalisasi menjadi aset berdasarkan pedoman yang berlaku, sehingga biaya gas bumi dan utilitas seluruhnya dibebankan pada Harga Pokok Produksi (HPP) TA 2019 dan berpotensi dibebankan seluruhnya juga pada Tahun 2020.
Seharusnya biaya dan dan utilitas ini diamortisasi secara bertahap setiap tahunnya berdasarkan umur ekonomis masing-masing aset TA yaitu 2 tahun.
Pada tahun 2019 PT PKT telah membebankan biaya gas dan utilitas pada kegiatan TA Pabrik Kaltim 5 sebesar Rp161.955.309.841,00. Biaya ini seharusnya dikapitalisasi menambah aset TA seperti yang dilaporkan dalam COR sebelum dibebankan sebagai biaya amortisasi dalam perhitungan harga pokok produksi.
Baca Juga: Jokowi Tak Dijemput Pejabat saat Pulang ke Tanah Air, Sekretariat Presiden Berikan Penjelasan
Begitu juga pada Pabrik Kaltim 2, di mana biaya gas bumi, amoniak, dan utilitas sebesar Rp25.131.786.209,00 seharusnya dikapitalisasi terlebih dahulu dalam aset TA, sehingga menambah nilai aset TA sesuai COR. Selanjutnya aset TA tersebut dibebankan sebagai biaya melalui biaya amortisasi dalam perhitungan harga pokok produksi.
Belum terakomodirnya biaya gas bumi, amoniak, dan utilitas dalam modul SAP, maka pada tahun 2019, biaya harga pokok produksi pupuk urea terlalu besar, yaitu Rp101.222.068.650,00.
Apabila diasumsikan perbandingan nilai omset penjualan komersil dengan penjualan subsidi adalah 65,30%:34,70%, maka harga pokok produksi pupuk urea subsidi menjadi lebih besar sebesar Rp35 124.057.821,55 (34,70% x Rp 101.222.068.650,00).
Baca Juga: Gala, Buah Hati Vanessa Angel dan Bibi Ardiansyah, Papamu Akan Menemanimu Berjalan, Nak
Begitu juga pada Pabrik Kaltim 2, 3, dan IA, harga pokok produksi pupuk urea berpotensi terlalu besar sebesar Rp23.208.554.191,20 (Rp13.613.050.863,20 + Rp7.898.184.304,67 + Rp1.697.319.023.33) pada tahun 2020.