ebaliknya, seorang pemimpin atau otoritas Islam seharusnya menggunakan kekuasaannya dengan penuh integritas, keadilan, dan tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan oleh Allah SWT.
Representasi penyalahgunaan kekuasaan agama, penindasan yang dilegitimasi oleh agama, distorsi praktik keagamaan, ketegangan antara agama dan modernitas, serta relativitas moralitas agama, adalah bahan bakar bagi pembaca
Cantik Itu Luka untuk berefleksi agar dapat melihat agama dengan pandangan yang lebih kritis. Kritikan tersebut tentu tidak hanya sebagai refleksi sosial, tetapi juga sebagai ajakan untuk kembali ke inti spiritualitas yang sejati dan memperbaiki praktik keagamaan yang telah menyimpang dari nilai-nilai luhur.
Meski Cantik Itu Luka terbit di tahun 2002, tetapi konflik sosial di dalamnya masih relevan hingga kini dan sangat merepresentasikan dinamika sosiokultural di Indonesia.
Melalui novel tersebut, Eka Kurniawan menyampaikan kritik yang tajam terhadap penyimpangan praktik keagamaan dalam masyarakat. Agaknya, novel ini layak untuk memasuki kanon sastra, atau paling tidak daftar bacaan wajib dalam kesusastraan Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh Yumanira Putri Fadli, Prodi Sastra Indonesia, Universitas Pamulang
DISCLAIMER: Isi artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis; isi artikel ini juga tidak mencerminkan sikap dan kebijakan redaksi klikanggaran.com.