Jakarta, www.klikanggaran.com - Ketua Komite III DPD RI, Sylviana Murni, Ahad malam (21/03) mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu penanggap dalam diskusi virtual yang menghadirkan narasumber tunggal Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Hedar Nashir. Diskusi ini terbilang istimewa, karena semua yang terlibat adalah guru besar yang sudah menyandang gelar profesor. Mereka adalah, Prof. Ravik Karsidi, Prof. Nurhayati Djamas, Prof. Zainuddin Maliki, Prof. Zainab Hanim, Prof. Bunyamin Maftuh, dan Prof. Muhammad Sirozi. Bahkan pemandu acaranya sendiri adalah Prof. Arif Satria dan Prof. Prof. Dodik Ridho Nurrochmat.
Dalam forum istimewa ini, tema yang diangkat adalah masalah pendidikan. Tema krusial yang belakangan ini banyak didiskusikan, terutama setelah pemerintah mempublikasikan peta langkah pendidikan nasional 2020-2035, yang menurut sejumlah kalangan, terlalu sekular dan kurang mengakomodir nilai-nilai keislaman.
Dalam kesempatan tersebut, Sylviana Murni yang tercatat sebagai guru besar di bidang manajemen pendidikan menyatakan bahwa tantangan pendidikan Islam ke depan adalah menjawab sekaligus memberikan solusi terhadap 8 masalah modernitas yang dialami masyarakat global.
“Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mengubah bangunan struktur masyarakat secara global. Selain memberikan lompatan besar dalam pembangunan peradaban, realitas modern juga menyisakan 8 masalah krusial yang harus bisa dijawab oleh pendidikan Islam ke depan. Masalah itu adalah, disintegrasi ilmu pengetahuan, kepribadian yang terpecah, dangkalnya rasa keimanan, ketaqwaan, dan kemanusiaan, individualime, timbulnya pola hubungan yang materialistik, adanya kecenderungan menghalalkan segala cara, mudah stres dan frustrasi, perasaan terasing di tengah keramaian, serta kehilangan identitas dan jati diri,” paparnya.
Senator dari DKI Jakarta itu juga menjelaskan bahwa paradigma pendidikan memang bersifat dinamis. Karena pendidikan harus bisa merespon kebutuhan zaman yang semakin kompleks dan kompetitif.
“Di masa kini, pendidikan tidak boleh hanya diorientasikan pada upaya memberikan bekal ilmu pengetahuan, keterampilan, keimanan, dan ketaqwaan saja. Karena jika kita berhenti pada titik itu, maka out put yang kita hasilkan hanya pekerja yang jujur dan terampil. 2 bekal itu belum cukup untuk memenangkan kompetisi global. Karena yang dibutuhkan saat ini adalah pribadi-pribadi yang yang kreatif, inovatif, produktif, dan mandiri,” tegasnya.
“Ini artinya, pendidikan kita harus diorientasikan untuk membentuk karakter pelopor dan penemu, bukan lagi pekerja. Grade pendidikan kita harus ditingkatkan, supaya out put yang kita hasilkan semakin berkualitas, sehingga ke depan, bangsa Indonesia bisa lebih banyak mengambil peran-peran besar dalam proyek pembangunan peradaban manusia,” pungkasnya.