Mengintip Dugaan Korupsi Dibalik Anggaran Penanganan Wabah Covid-19

photo author
- Jumat, 17 April 2020 | 18:45 WIB
Nunik Handayani
Nunik Handayani


Palembang,Klikanggaran.com - Semakin mengganas wabah Covid-19 dan telah menyebar hampir diseluruh wilayah Indonesia, jumlah korban per tanggal 16 April sudah mencapai 5.516 orang yang positif dan 548 dinyatakan sembuh. Presiden RI melalui surat keputusan No 12 tahun 2020 juga telah menetapkan wabah pandemi covid-19 sebagai bencana nasional. Bahkan dalam rentang waktu hampir 2 bulan ini telah banyak sekali peratuaran diterbitkan terkait penanganan dan penanggulangan wabah pandemi covid-19, dari mulai Perpu, Perpres, Permendagri, Permenkeu, PMK, SKB, Surat Edaran lembaga terkait yang disusul terbitnya peraturan di daerah mulai dari Pergub, Perbub,Perwako, Perda bahkan sampai di tingkat pemerintahan Desa.


Tidak hanya itu, pemerintah juga akan menggelontorkan dana sebesar Rp405,1 triliun sebagai bentuk komitmen fiskal untuk mendukung percepatan penanganan  pandemi yg rencananya akan digunakan pada bidang kesehatan sebesar Rp75 triliun, untuk perlindungan sosial Rp. 110 triliun, insentif perpajakan dan stimulus KUR70,1 triliun, dan untuk pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp150 triliun, yg tentunya juga akan diikuti oleh pemerintahan di Daerah melalui proses refocussing kegiatan dan realokasi anggaran dalam penggunaan APBD tahun anggaran 2020.


Akan banyak anggaran yg bisa digunakan untuk penanganan maupun pencegahan serta pemulihan ekonomi dampak wabah covid-19. Alokasi anggaran  penanganan dan pencegahan Covid-19 ini sampai di level pemerintahan tingkat daerah bahkan sampai pada pemerintahan di tingkat desa. Mengingat besarnya anggaran tersebut, maka diperlukan pengawasan yang ekstra ketat untuk memastikan anggaran digunakan sesuai peruntukannya, dan tentunya tanpa ada penyimpangan.


Sementara kalau mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undan Undang No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan atau stabilitas sistem keuangan terutama pasal 27 ayat 1,2 dan 3, yang kurang lebih menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka pelaksanaan kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara, pelaksana kebijakan tidak dapat di tuntut pidana maupun perdata.


Bahkan pada ayat tiganya menyebutkan bahwa, Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.


Hal ini seolah memberikan kekebalan hukum bagi pembuat dan pelaksanana kebijakan penanggulangan dan penanganan covid-19. Padahal peluang terjadinya tindak korupsi ini sangat bisa terjadi, kalau kontrol tidak dilakukan secara maksimal. Kita harus mengantisipasi, kemungkinan terjadinya tindakan penyalahgunaan dana yang besar untuk penanganan dan penanggulangan covid-19 ini. Belajar dari kasus kebencanaan yg ada selama sepuluh tahun, menurut rilis yg pernah dikeluarkan oleh ICW, ada sebanyak 87 kasus korupsi dana kebencanaan yg telah ditangani.


Bukan tidak mungkin hal ini bisa terulang lagi, saat bencana nasional wabah covid-19 pada saat ini. Banyak modus korupsi yang biasa dilakukan dalam kondisi kebencanaan  diantaranya adalah melakukan penggelembungan harga (mark-up) pada saat melakukan pengadaan barang dan jasa. Model ini yg paling banyak dan sering dilakukan.


Melakukan manipulasi jumlah dan daftar penerima bantuan. Mengurangi spesifikasi bahan atau material yang digunakan. Mengurangi mutu atau kwalitas bahan bantuan sosial pada masyarakat terdampak/penerima bantuan. Merekrut orang orang yg tidak menguasai persoalan, yg akan berdampak  membengkaknya pembiayaan gaji pegawai, sehingga pos anggaran prioritas untuk pencegahan dan penanggulangan menjadi berkurang. Khusus untuk daerah yg akan melaksanakan pilkada, bantuan rawan dimanfaatkan untuk mencari simpati masyarakatnya, misalnya dengan memberikan bantuan pada daerah yang menjadi kantong suara calon pendukung dengan komposisi yg lebih banyak dibanding yang tidak. Adanya suap dari calon kontraktor kepada kuasa pengguna anggaran agar bisa lolos menjadi penyedia barang. Adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum yg tidak bertanggung-jawab data penerima bantuan yang tidak valid, akan sangat rawan untuk disalahgunakan.


Untuk meminimalisi terjadinya tindak korupsi dan penyimpangan serta penyalahgunaan anggaran, maka kepedulian warga masyarakat dalam melakukan kontrol dan pengawasan sangat diperlukan. Untuk itu FITRA Sumsel mendesak agar KPK dan lembaga terkait harus maksimal dalam melakukan pengawasanan terhadap penggunaan anggaran penanggulangan dan penanganan covid-19. Adanya sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi dana bantuan kebencanaan dengan hukuman yang maksimal. Harus transparan dalam penggunaan anggaran penanganan wabah covid-19, dan di update minimal setiap minggunnya. Membuat portal pengaduan masyarakat khusus tentang isu penanganan covid-19, yg direspon langsung oleh petugas. Melibatkan masyarakat sipil dalam proses penanganan covid-19, terutama dalam jaring pengaman sosial.



Penulis: Kordinator Forum Indonesia untuk Transaparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Selatan, Nunik Handayani.


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X