Jakarta,Klikanggaran.com - Tujuan pengadaan belanja modal pada dinas pemerintah daerah adalah, untuk meningkatkan fasilitas pada pelayan publik, namun apa yang terjadi jika pengadaan tersebut kekurangan volume, tentu hal tersebut akan mengikis nilai manfaat untuk pelayanan publik, seperti yang terjadi di Kabupaten Indramayu.
Pada tahun 2018 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten Indramayu, menganggarkan kegiatan pengembangan objek pariwisata unggulan sebesar Rp15.888.838.140 dengan realisasi sebesar Rp15.866.130.010 atau 99,86% dari anggaran.
Diketahui, salah satu pekerjaan dalam kegiatan pengembangan objek wisata unggulan adalah pengadaan alat angkut apung tidak bermotor penumpang dengan anggran sebesar Rp316.250.000 dengan 100% perealisasianya.
Namun, pengadaan alat angkut tidak bermotor yang di telas selasi dikerjakan, diketahui mengindikasikan kekurangan volume yakni pengadaan 25 unit hanya dikerjakan 5 unit dengan nilai satuan per unit adalah Rp12.650.000 artinya nilai kebocoran keuangan daerah adalah senilai Rp253.000.000.
Selain itu, modus yang dilakukan oleh PPK dan PPTK untuk menghindari lelang dalam pengadaan alat angkut tidak bermotor penumpang tersebut adalah dengan memecah pekerjaan tersebut menjadi dua, sehingga pengadaan tersebut dilakukan penunjukan langsung dengan begitu berpotensi adanya permaninan busuk untuk menggembosi keuangan daerah.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 4 tahun 2015 dan surat perintah kerja nomor 026/221/SPK-SepedaAir.I/Disbudpar/2018 dan 026/221/SPK-SepedaAir.2/Disbudpar/2018.
Hal tersebut disebabkan oleh kepala dinas kebudayaan dan pariwisata selaku pengguna anggaran tidak becus dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan PPK, PPTK tidak beritikat baik memecah pekerjaan serta pejabat pengadaan dan penerima hasil pekerjaan (PPHP) tidak becus melaksanakan tanggungjawabnya.
Penulis: Koordinator Investigasi KAKI Publik, Wahyudin Jali.