Keputusan sudah diambil. Ditutup dengan lagu tradisional Skotlandia: Auld Lang Syne. Inggris RESMI keluar dari UE pada 30 Januari 2020. Dengan masa transisi 11 bulan ke depan.
Kinerja Pemerintahan Inggris patut diacungi jempol sejak Perdana Menteri Theresa May yang menggiring Brexit di berbagai ranah diplomasi regional, negara persemakmuran dan internasional. Theresa May berhasil menyatukan 73 negara persemakmuran Inggris dalam 1 platform rencana kerja: GLOBAL BRITAIN di tahun 2017. Arah pertumbuhan dunia itu ya Afrika & Asia Pasifik. New Market!
Kemajuan luar biasa ini selalu terdistorsi dengan berita akan melambatnya perekonomian Inggris, anjloknya nilai poundsterling, meningkatnya homeless dan pengangguran sampai masalah isu rasial pada pendatang di Inggris. Ada pelambatan dalam kurun waktu tertentu? Wajar lah. Namanya juga masa transisi.
Nah, lagi-lagi yg vokal adalah parlemen. Dimana Partai Konservatif Inggris kemudian berstrategi dengan mengganti PM Inggris atas persetujuan Ratu Elizabeth II, yang sangat mendukung langkah Theresa May dan memberi penghargaan tinggi pada konsep Global Britain ini. Boris Johnson lah yg terpilih menggantinkan Theresa May, fokus utamanya adalah menyelesaikan Brexit di internal dalam negeri UK, baca: parlemen. Murni urusan politik dalam negeri.
Yang menarik itu adalah cara Inggris...mengiyakan Presiden AS Donald Trump yg secara frontal mendukung Boris Johnson saat itu. Ternyata, sosok Boris ini tidak seperti yg dibayangkan banyak pihak akan mirip PM Kanada Tredau (Pro Amerika). Hihihi, menurut saya pola Johnson sungguh mirip karakter Winston Churcill . Politisi dengan kaliber tinggi yg mengawal UK bangkit pasca PD II dengan 'mitra' AS. Kali ini, sejak 2015 sebenarnya, mitranya jelas sudah bergeser. Saya sudah iyikin di status DAXING AIRPORT, The East Offering Her Riches to Britannia, dll.
Kali ini, untuk kebijakan eksternal UK. Johnson melanjutkan apa yang telah dikerjakan May. Konferensi UK-Affrica yang pertama dan dihadiri World Bank, IMF, Islamic Development Bank dan 23 negara Afrika persemakmuran Inggris di benua itu. Sukses diselenggarakan! Pemerintah Inggris didampingi Pangeran Harry, sebagai tugas terakhirnya sebagai senior royal pada tanggal 20 Januari. Dan tuan rumah KTT UK-Afrika kemarin, menjadi tugas 1 Pangeran William di Buckingham Palace menggantikan Ratu Elizabeth II.
Okay, apa dampaknya bagi Indonesia?
Jika kita mau memahami alur sejarah dan membaca konstelasi geopolitik saat ini. Dengan tajuk yang berulang kali muncul: Green Finance, Green Economy, Green Equity, Crypto Assets, Landscape Management....Peluang untuk Indonesia SANGAT BESAR. Seharusnya kita bersyukur proses Brexit sudah final.
Paling gampangnya saja, untuk dua komoditas unggulan kita: SAWIT & NIKEL. Pola perdagangan untuk sawit & nikel UK jelaaaaaas beda dengan pola UE. Jadi? GREAT BUSINESS & OPPORTUNITIES ahead untuk Asia Tenggara dan Indonesia. Dua tahun ke depan.
Kenapa? Afrika saat ini yang masih menjadi fokus utama UK untuk GLOBAL BRITAIN. Kenapa? Saat ini Afrika lebih siap dari pasar Asia Pacific yg memang masih dalam kondisi fragile economy. Perlu pengelolaan/ manajemen resiko dan safeguard untuk para investor sehingga merasa aman.
Kok mereka bisa tahu? Hehehe, peran Gubernur Bank Of England Mark Carney luar biasa. Skill nya mengelola finance engineering dan adopsi teknologi block chain tapi dia leverage dengan melibatkan negara-negar itu luar biasa. Jadi bukan macam libra nya FB dan Bitcoin yak. Melalui stress test yg dilakukan BoE sejak 2015. Produk awalnya adalah menyusun skema Crypto Assets dg basic biodiversity yg langsung disetujui dan polanya diikuti oleh Bank of China dan Bank Sentral Iran untuk Industri Migas mereka. Kenapa Bank of China mendukung Bank of England? Hihihi....saatnya memonetasi joint venture UK-China untuk sebuah proyek yg memanfaatkab PEACE Cable Network milik Inggris yg dibangun tahun 1850. Dari kabel telegram direvitalisasi Huawei China menjadi backbone 5G.
Naaah, di era ini ini. Kita menyaksikan kolaborasi ciamik pemimpin-pemimpin Inggris, pengampun fiskal & moneter negara. Brexit tak akan mampu terwujud tanpa dukungan BoE yg handal membuat proyeksi-proyeksi ke depan berbasis pemahaman antropologi sosial dan sejarah komoditas.
Semua mampu 'get to the roots problem'. Skema yg dikembangkan Mark Carney inilah yg akan mewarnai Green Finance ke depan, dimana per 30 Januari 2020. Dia pun meletakan jabatan Gubernur Bank of England. Dan memulai jabatan baru sebagai UN CLIMATE CHANGE FUND AMBASSADOR.
Oh well, semoga Pemerintah Indonesia mampu membaca peluang besar di era transisi ini. Untuk menyelesaikan defisit perdagangan jangka pendek. Dengan 2 komoditas yg jadi andalan kita: Sawit & Nikel. Untuk Nikel....hihihi, Heart of Borneo dan pasar LME (London Metal Exchange) yg harus dipahami. Yoi cuy....it's all about GVC (Global Value Chain).