Kaum Sofis; Wajahmu Kini!: Siapa mau jadi Parrhesia?

photo author
- Selasa, 30 Juli 2019 | 21:30 WIB
isis5
isis5


(Sebuah opini oleh Soffa Ihsan)


Kita tampaknya butuh pada apa yang disebut Mitchel Foucoult sebagai ‘parrhesia’.  Istilah ini merujuk pada ‘sikap’ yang berani dan  mengatakan dengan bebas.  Foucault menjelaskan bahwa parrhesia itu adalah tindakan berbicara bebas tentang kebenaran dengan polos dan jujur, melakukan kritik terhadap diri sendiri dan orang lain, untuk menolong dan mengambangkan diri sendiri dan orang lain, meskipun mengandung bahaya atas dirinya. Seorang parrhesiast adalah pribadi yang memiliki kualitas kebajikan moral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi kehidupan politis dalam sebuah negara (Konrad Kebung; 1997).


Foucault menunjuk Sokrates sebagai contoh seorang parrhesiast. Sokrates berkata jujur dan benar sebagai bentuk dari ‘kepedulian pada dirinya dan orang lain’.  Parrhesia  terwujud dalam bentuk mengajar, berkhotbah, dialog atau diskusi dan teladan hidup, yang menghantar orang untuk mengubah hidupnya sendiri. 


Pada akhirnya, Foucault menegaskan bahwa parrhesia adalah proses penguasaan diri yang menuntut usaha dan pengurbanan. Karena untuk menjadi parrhesiast, orang akan menghadapi banyak rintangan dan kesulitan. Seorang parrhesiast adalah individu yang merupakan bagian dari suatu masyarakat dan yang melaksanakan perannya secara tepat di dalamnya.


Nah, dalam situasi centang perenang dunia sosial kita, niscaya untuk melahirkan pribadi-pribadi yang teguh, berani, tulus dan pengabdi. Kita tak butuh ‘label’. ‘laqob’, ‘gelar’ , ‘jenggot’, ‘jidad hitam’ atau apapun atribut lainnya. Kita hanya butuh-meminjam ungkapan sufistik Jalaluddin Rumi- yaitu ‘fihi ma fihi’, apa yang menukik jauh dalam diri yang jernih menuju kasunyatan hakiki. Atau mengutip ungkapan filosofis Nietzsche dalam Also Sprach Zarathustra, orang harus berani berbicara bagaikan guruh dan kilat kepada indera-indera yang lemah dan tertidur. Tetapi suara keindahan berbicara lembut. Ia meresap hanya ke dalam jiwa-jiwa yang paling bangun. 


Ya, kebebalan, kepandiran dan kebohongan harus ditaklukkan dan kebenaran harus dijunjungtegakkan. Dengan begitu, tampil selalu di setiap masa mereka yang terus melawan rupa-rupa kebencian, intoleransi dan radikalisme sembari terus mengumandangkan  indahnya kebersamaan, pengorbanan dan cinta kasih. Siap jadi Parrhesiast? Ya, Wir sind bereit zu die wahrheit!




Soffa Ihsan, Penulis hanyalah seorang Marbot di Lembaga Daulat Bangsa (LDB) dan Rumah Daulat Buku (Rudalku), komunitas literasi eksnapiter


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X